Saya ingat yang dikatakan buya syafii, negara kita yang hampir karam ini dan membuat kita frustasi. Maka dibutuhkan pikiran- pikiran gila dan abnormal, sebab pikiran biasa dan normal tidak terlalu berdampak untuk perubahan Indonesia yang lebih baik. Bahkan terkesan hanya pencitraan bagi elit politik. Tapi kita harus optimis untuk bangkit, masih ada harapan dan masih banyak pemuda yang mempunyai semangat baja.
Kalimat pembuka dari Sosiolog UMY Dr. Zuly Qodir diatas disambut meriah oleh peserta Seminar Nasional Budaya Politik menuju Pemilu 2014 Yang berperadaban di gedung AR. Fachruddin B UMY, Rabu (20/11). Seminar yang ditaja oleh Korp Mahasiswa ilmu Pemerintahan UMY tersebut juga menghadirkan anggota DPD RI Drs. Afnan Hadikusumo, Sosiolog UGM Prof. Dr. Sunyoto Usman dan Anggota Bawaslu RI Nasrullah, SH.
Dalam seminar tersebut, Zuly mengkritik sikap borjuis (bermewahan) para elit politik. Sedangkan masyarakat masih banyak yang sengsara, lapangan kerja kurang memadai, fasilitas umum tidak layak lagi digunakan. Calon legislatif yang ikut dalam pemilu pada awalnya peduli pada masyarakat, tapi setelah duduk dikursi dewan lupa pada rakyat. “inilah yang saya katakan politisi kita tidak memiliki etika dan fatsoen politik atas anak negeri yang jumlahnya lebih banyak. Tapi para elit politik tertawa dengan bergelimang harta diatas penderitaan rakyat,” ungkap dosen Ilmu Pemerintahan UMY ini.
Zuly juga mengungkapkan, jumlah golput dari tahun ketahun semakin meningkat. Tahun 1999 era reformasi jumlah golput sekitar 6,4 persen, sedangkan tahun 2009 golput sekitar 29,6 persen. Untuk tahun 2014 diperkirakan jumlah golput akan meningkat jumlahnya mencapai 40 persen. “karena ulah perilaku para elit politik yang bisa dikatakan kurang ajar ini, jumlah golput semakin meningkat. Sehingga budaya politik masyarakat kita menjadi apatis, karena merasa pemilu itu tidak penting dan tidak bermanfaat,” ungkapnya.
Senada dengan itu, anggota DPD RI Drs. Afnan Hadi Kusumo mengatakan, banyaknya kasus korupsi meyebabkan meningkatknya politik apatis dari masyarakat. Selain itu, faktor perilaku politik apatis juga disebabkan oleh tingkat pendidikan dan ekonomi. Semakin berpendidikan atau semakin kaya ekonomi seseorang, maka semakin melek berpolitik. “untuk menghilangkan sikap apatis tersebut, kit perlu memberikan pendidikan dan membantu dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” jelas anggota DPD RI ini di UMY.
Sedangkan Prof. Dr. Sunyoto Usman mengatakan, dengan adanya media sosial banyak politisi yang mendengarkan keluhan masyarakat dari sana. Padahal masyarakat tidak semua yang bisa mengakses internet. Selain itu, media sosial haya sekedar komunikasi satu arah, tanpa ada timbal balik yang jelas dan berkelanjutan. “dengan media sosial tersebut politisi menjadi malas turun ke masyarakat. Sehingga kebutuhan atau tanggung jawab ke masyarakat tidak terpenuhi sepenuhnya,” jelasnya dihadapan mashasiswa UMY. (syah)