Berita

Diklat Paralegal PKBH FH UMY dan PWA DIY Resmi Ditutup, Peserta Dapat Gelar CPLA

Setelah dilaksanakan selama dua hari pada Sabtu-Minggu (11-12 Januari 2025) di Gedung AR Fakhruddin A, lantai 5 UMY, Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Paralegal yang diadakan oleh Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PKBH FH UMY) bekerja sama dengan Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah Aisyiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (MHH PWA DIY) resmi ditutup.

Sebanyak 50 peserta yang berasal dari berbagai Pimpinan Daerah Aisyiyah di DIY, termasuk Gunungkidul, Bantul, Kulon Progo, Sleman, serta dari FH UMY dan PKBH FH UMY, akan mendapatkan gelar CPLA. Meskipun peserta berasal dari latar belakang pendidikan yang beragam, tidak hanya sarjana hukum, tetapi juga dari bidang kesehatan, informatika, dan lain-lain.

Gelar CPLA (Certified Paralegal Legal Aid) adalah gelar non-akademik yang diberikan oleh Kementerian Hukum dan HAM kepada peserta yang telah mengikuti pelatihan dan dinyatakan layak oleh panitia.

Namun, Trianggoro Putro, Ketua Panitia Diklat Paralegal, mengungkapkan bahwa peserta yang telah mengikuti diklat ini diwajibkan untuk melakukan kegiatan magang di masing-masing Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di daerah mereka.

“Tujuan magang ini agar mereka dapat mematangkan apa yang telah dipelajari dan dapat mempraktikkannya di lapangan, serta memberikan bantuan hukum kepada masyarakat,” jelasnya.

Sesuai dengan tema yang diusung, “Semangat Al-Ma’un Mendorong Kiprah Aisyiyah dalam Advokasi Masyarakat Kurang Mampu,” diklat ini bertujuan untuk memperluas jaringan paralegal di Yogyakarta, terutama di wilayah Aisyiyah, dalam membantu masyarakat yang menghadapi masalah hukum, khususnya bagi mereka yang kurang mampu.

“Bantuan hukum ini tidak mencakup proses di pengadilan, namun sebatas pembuatan gugatan, surat kuasa, mediasi, dan konsultasi yang bisa ditangani oleh paralegal. Apalagi, pelatihan ini akan menghasilkan sertifikat dari BPHN yang sudah sangat diakui, sehingga masyarakat bisa berkonsultasi dengan para paralegal di daerah mereka,” ujar Trianggoro.

Ia juga menambahkan bahwa banyak yang membutuhkan bantuan hukum tetapi tidak tahu harus pergi ke mana, terutama mereka yang tinggal di daerah. Sehingga paralegal menjadi jembatan pertama yang menghubungkan masyarakat atau calon klien dengan advokat.

Selama dua hari diklat berlangsung., Trianggoro juga mengungkapkan bahwa meskipun jadwal diklat sangat padat dari pagi hingga malam, para peserta, terutama ibu-ibu, sangat antusias dan aktif bertanya serta mencari pengetahuan.

“Saya merasa kegiatan ini sangat bermanfaat, terutama bagi ibu-ibu paralegal di daerah yang masih minim pengetahuan tentang keparalegalan. Walaupun pelatihan ini hanya berlangsung dua hari, namun saya yakin pengetahuan mereka sudah cukup luas setelah mengikuti pelatihan ini, dan pematangan mereka akan dilanjutkan melalui magang,” tuturnya.

Trianggoro pun berharap agar 50 peserta yang mengikuti diklat ini bisa menjadi paralegal yang kompeten dan dapat memberikan bantuan hukum kepada masyarakat sesuai dengan yang telah dipelajari selama dua hari pelatihan.

“Semoga ilmu yang mereka dapatkan dapat berguna bagi masyarakat dan menjadi pemberi bantuan hukum yang profesional,” pungkasnya. (Mut)