Resiliensi menjadi istilah yang sangat dikenal (booming, red) ketika PBB (Persatuan bangsa-bangsa) mulai menyadari bahwa infrastruktur transportasi ke depan juga harus beresiliensi. Namun, yang menjadi permasalahan adalah, apa itu resilensi di bidang teknik transportasi. Hal itulah yang disampaikan oleh Direktur Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Prof. Ir. Sri Atmaja Putra Jatining Nugraha Nasir Rosyidi, S.T., M.Sc.Eng., PG-Certf., Ph.D., P.Eng., IPU., ASEAN.Eng saat menyampaikan orasi ilmiah Guru Besarnya di bidang teknik transportasi sabtu (21/10) di Gedung AR Fakhruddin B lantai 5 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Menurut Sri Atmaja, tanpa mengetahui metode yang benar maka seseorang akan terjebak oleh kata resiliensi itu sendiri. “Kita terlalu latah dengan embel-embel resiliensi tapi kita tidak menyadari dengan benar bagaimana resiliensi itu bisa kita bangun dan kita ukur dengan baik,” ujar Sri Atmaja yang juga Dosen Teknik Sipil UMY
Resiliensi sendiri di bidang infrastruktur transportasi adalah kemampuan material untuk dapat mengembalikan kepada kondisi dan bentuk atau ukuran semula setelah mengalami perubahan akibat beban atau tegangan. Dalam konteks transportasi , ini menjadi sangat penting karena transportasi merupakan tulang punggung pertumbuhan ekonomi dan mobilitas masyarakat.
Sri Atmaja juga mengatakan bahwa tanpa transportasi, kita akan mengalami ketidakseimbangan. Namun, Permasalahannya adalah apabila kita menyadari betapa pentingnya transportasi, maka perlu memprediksi apa yang akan dihadapi oleh transportasi ke depan.
Rupa-rupanya, menurut Sri Atmaja, transportasi akan menghadapi sebuah tantangan yang besar, mulai dari keamanan, kebencanaan bahkan terorisme.
“Apabila kita rangkai, maka kita akan melihat adanya sebuah pola antara satu kejadian dengan kejadian yang lain. Apabila pola ini tidak kita pelajari dengan baik tentu kita akan kesulitan mendapatkan pemahaman bagaimana mendesain sebuah infrastruktur yang beresiliensi, ” ungkap alumnus S3 bidang Pengujian Material Non-Destruktif di Universiti Kebangsaan Malaysia tersebut.
Tetapi ia mengatakan, tidak semua kejadian dapat diprediksi. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk mengantisipasi segala kemungkinan, namun pada kenyataannya kejadian yang menimpa infrastruktur atau fasilitas infrastruktur tersebut terkadang tidak pernah diduga sebelumnya, pola nya pun tidak teratur. Oleh Karena itu, persiapan yang tepat dalam mitigasi menjadi kunci dalam membangun infrastruktur yang dapat mengatasi tantangan yang terencana maupun tak terduga.
Lebih lanjut, Sri Atmaja mengatakan bahwa resiliensi ini juga sangat berkaitan erat dengan SDG’s dalam konteks pembangunan berkelanjutan.
“Ke depan, infrastruktur yang beresiliensi ini diharapkan menjadi infrastruktur yang mampu bertahan dari segala macam skenario. Dan ini juga sejalan dengan target yang sudah direncanakan oleh SDGs, sehingga apabila kita mampu menurunkan formula yang praktis untuk segala bidang maka apa yang kita upayakan sudah sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang diharapkan, maka kita akan mendapatkan masyarakat atau komunitas yang lebih baik ke depan,” pungkas Profesor kelahiran Purwokerto itu (Mut)