Berita

Din Himbau Umat dan PT Islam Agar Tak Terjebak Konsumtivisme Sains

IMG_0208

Ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin menghimbau umat Islam dan perguruan tinggi Islam agar tidak terjebak dengan gaya hidup baru, yakni konsumtivisme sains. Menurutnya, umat Islam dan PT Islam saat ini terlalu terlena dengan kebaikan-kebaikan dan penemuan-penemuan di masa lampau. Akibatnya, inovasi-inovasi baru dalam bidang sains dari kalangan umat Islam dan PT Islam tidak menunjukkan adanya kemajuan yang signifikan.

Hal tersebut disampaikan Din Syamsuddin saat menjadi Keynote Speech dalam acara Pengajian Ramadhan 1436 H yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, pada Jum’at (19/6). Pengajian Ramadhan yang bertemakan “Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan Tinjauan Multiperspektif” ini diselenggarakan selama tiga hari sejak Jum’at (19/6) hingga Minggu (21/6) dan bertempat di ruang sidang gedung AR. Fachruddin B lantai 5, Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Dalam sambutannya, Din menyampaikan bahwa perilaku konsumtivisme sains tersebut dapat menjadi penghalang bagi umat Islam juga bangsa Indonesia, yang memiliki visi untuk menjadi bangsa yang berkemajuan. Hal ini menurutnya karena umat Islam dan banga Indonesia saat ini masih dijadikan sasaran dari pasar global, yang menuntut orang-orangnya untuk menjadi konsumtif. “Umat Islam dan perguruan tinggi Islam saat ini tengah terjebak dalam konsumtivisme sains. Akibatnya kita dituntut untuk menjadi orang-orang yang konsumtif dan tidak bisa menciptakan sesuatu. Karena itulah, kita seharusnya mengetahui bahwa sebenarnya dalam dakwah Muhammadiyah yang mengusung Tajdid (pembaharuan, red) itu juga mengandung unsur inovasi. Bagaimana kita bisa berinovasi dalam bidang sains, agar kita tidak hanya terjebak pada konsumtivisme sains,” ujarnya.

Sejalan dengan hal itu, tidak terjebak dalam konsumtivisme sains memang menjadi salah satu jalan untuk mewujudkan Islam dan Indonesia yang berkemajuan. Namun di samping itu, menurut Din, para penceramah yang juga ikut berperan mewujudkan Islam yang berkemajuan itu memang harus tetap melihat dan memasukkan unsur modernitas, progresifitas dan gerak yang dinamis dalam setiap dakwahnya. “Jadi, selain mendakwahkan bahwa Islam itu adalah agama yang Rahmatan lil ‘alamin (rahmat untuk semesta alam), juga harus memberikan penjelasan bahwa Islam itu selalu sesuai dengan perkembangan zaman. Jadi unsur modernitas, progresifitas dan dinamis itu perlu dimasukkan dalam materi dakwahnya. Dengan begitu, yang dimaksud dengan Islam berkemajuan itu tidak hanya terbatas pada dimensi ruang dan waktu, tapi juga terus bergerak secara dinamis,” jelasnya.

Din juga memaparkan bahwa Muhammadiyah memang ingin menjadikan bangsa Indonesia menuju bangsa yang berkemajuan, bukan hanya maju saja. Kata berkemajuan ini menurutnya jika ditafsirkan secara kontekstual maka akan bermakna, Indonesia yang adil, makmur, berdaulat dan bermartabat. Sementara arti dari kata menuju itu sendiri berarti proses. “Kita ingin mewujudkan Indonesia yang berkemajuan. Maka tafsir secara kontekstualnya adalah Indonesia yang adil, makmur, berdaulat dan bermartabat. Kata menuju punya arti proses, ini karena keinginan kita untuk mewujudkan Indonesia yang berkemajuan itu masih belum terwujud. Karena justru terjadi deviasi dan distorsi yang tidak sejalan dengan visi berkemajuan itu sendiri yang sebenarnya juga sudah dirumuskan oleh bangsa Indonesia,” paparnya.

Ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke-6 ini pun menambahkan bahwa visi Indonesia berkemajuan tersebut belum terwujud juga karena adanya perubahan pada nilai-nilai tingkat mendasar di tubuh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga membuka peluang adanya liberalisasi yang mudah masuk ke negara ini, termasuk dalam undang-undang negara. Oleh sebab itulah, menurutnya, untuk mewujudkan Indonesia yang berkemajuan tersebut, maka Islam yang berkemajuan juga harus ikut turun tangan membantu bangsa ini. Karena Islam yang berkemajuan itu menurutnya, tidak hanya terjebak dalam konsumtivisme sains, memasukkan unsur modernitas, progresifitas dan gerak dinamis dalam setiap materi dakwah yang disampaikan oleh pendakwahnya (da’i), serta tidak hanya melihat ke dalam atau masa lampau dan budaya saja. “Islam berkemajuan seperti itulah yang akan sanggup mewujudkan Indonesia berkemajuan. Dan memasuki abad ke-2 ini, Muhammadiyah juga harus mengembangkan Islam yang berkemajuannya menjadi Islam yang berkeunggulan, yang menunjukkan bahwa kita siap bertanding dan bersaing untuk memberi bukti pada dunia,” pungkasnya. (sakinah)