Seorang Diplomat disamping berperan dalam bidang politik sebagai representasi negara di luar negeri, juga dituntut sebagai sales atau marketer bagi negara tersebut. Hal ini dikarenakan diplomat merupakan garda terdepan atau ujung tombak dalam melakukan penetrasi pasar, mengundang turis asing dan promosi investasi. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Jokowi yaitu Diplomasi Ekonomi harus memberi manfaat nyata bagi rakyat dan mengacu kepada kepentingan rakyat secara riil.
Di sisi lain, sektor pariwisata juga erat hubungannya dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Karena itu, seorang diplomat juga harus bisa merefleksikan keadaan di negaranya ketika berada di luar negeri. Tidak semata-mata berkata manis dan berkata negaranya aman-aman saja, namun juga harus berkata jujur dalam memberikan informasi dengan cara-cara yang baik.
Hal ini diungkapkan oleh Dr. Bambang Susanto, M.A, Sekretaris Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dalam kuliah umum bagi mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bertajuk “Membumikan Politik Luar Negeri Bagi Kepentingan Rakyat” di Ruang Sidang Amphi Theater lt.4 Gedung Pasca Sarjana UMY Kamis (6/10). Kuliah umum ini terlaksana berkat kerjasama Program Studi Hubungan Internasional UMY dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
“Berbicara masalah diplomasi, teringat sebuah lelucon dalam kalangan umum, diplomat adalah orang yang jujur sebaik-baiknya untuk ditempatkan di luar negeri untuk berbohong. Padahal tidak seperti itu adanya. Jaman sekarang tidak mungkin diplomat berbohong, karena arus globalisasi telah merambat dengan cepat, orang bisa tahu keadaan suatu negara dengan cepat. Bukan seperti itu yang terjadi, seorang diplomat harus jujur dan memberikan informasi dengan cara-cara yang baik,” paparnya.
Seorang Diplomat menurutnya tidak melulu orang yang berpenampilan rapi atau pejabat-pejabat dalam negeri, namun juga TKI dan TKW kita yang ada di luar negeri. “Mereka juga termasuk duta bangsa di luar negeri. Mereka pahlawan devisa kita. Mereka juga berperan dalam menampilkan keunggulan kita. Oleh karena itu, sering mereka tampil dalam acara-acar Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), mereka juga menampilkan kebudayaan Indonesia seperti tari, dan beberapa kesenian,” ceritanya.
Kebijakan Luar Negeri yang dirumuskan oleh Kementerian Luar Negeri mencakup seluruh bidang di dalam negeri. Oleh karena itu, proses di dalam negeri mempengaruhi kebijakan luar negeri. “Proses yang terjadi di dalam negeri sangat mempengaruhi kebijakan luar negeri. Aspek-aspek dinamika politik, ekonomi, budaya harus ditangkap untuk menjadi usulan kebijakan luar negeri bagi Kemenlu,” tutur Bambang.
Menurutnya Politik Luar Negeri memang seharusnya berpihak pada kepentingan rakyat. “Kebijakan luar negeri harus lebih tepat sasaran. Hal ini karena sekarang ini, Indonesia seperti mengayuh di dua karang. Masalah yang dihadapi lebih besar. Sudah bukan karang lagi namun batu yang kita kayuh. Ini juga merupakan tantangan bagi kami untuk merumuskan kebijakan luar negeri,”paparnya.
Dalam hal ekonomi misalnya, Bambang melihat Benua Afrika sebagai “The future continental” bagi Indonesia. “Dalam hal kebutuhan pasar, Benua Afrika bisa sangat menguntungkan bagi Indonesia. Kita punya Jalan Soekarno di Maroko, Buah mangga “Soekarno” di Mesir, bahkan ada Ikan “Soekarno” di Irak. Kita punya kedekatan sejarah yang panjang di Afrika, tapi kita belum melakukan apa-apa,”kritiknya. (bagas)