Sebagai Negara dengan tingkat demografi yang besar, Indonesia memiliki peluang menjadi lima besar kekuatan ekonomi dunia. Namun beberapa hal yang terkait dengan mutu pendidikan masih perlu ditingkatkan demi mencetak generasi cerdas dan kompetitif dalam meningkatkan daya saing di era global.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional, Prof. Dr. Ir. Djoko Santoso, M.Sc, dalam diskusi “Arah Kebijakan Pendidikan Tinggi dalam membangun karakter bangsa untuk tingkatkan daya saing global”, di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (12/3).
Menurut Djoko, dengan kekayaan sumberdaya yang dimiliki Indonesia, negeri ini berpotensi menjadi lima besar kekuatan ekonomi dunia mengingat proporsi Sumber daya manusia (SDM) usia produktif yang sangat besar dan berkualitas pada tahun 2015 hingga 2035 akan menjadi fokus utama.
Dengan demografi yang besar, Ia menilai hal itu merupakan bonus di masa depan. “Indonesia memiliki bonus di masa depan yang menjadi modal dasar bagi peningkatan produktivitas ekonomi dan pengembangan pasar domestik. Bonus demografi pada periode 2030 akan lebih berkualitas karena lebih banyak tenaga terlatih dengan asumsi tingkat pendidikan harus lebih tinggi juga,” jelas Djoko.
Untuk itu, Djoko memaparkan dalam mencapai tujuan jangka panjang tersebut fokus pembangunan pendidikan tahun 2010 hingga 2014 ini akan diarahkan untuk menghasilkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif melalui peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas, keseteraan, dan kepastian dalam memperoleh layanan pendidikan. Oleh karenanya, prioritas program akan dilakukan dengan beberapa tahap seperti peningkatan akses dan mutu pendidikan anak usia dini (PAUD). “Anak usia dini merupakan generasi yang akan memimpin bangsa kelak sehingga mereka perlu dibekali dengan akses dan mutu pendidikan yang meningkat,” terangnya.
Penuntasan pendidikan dasar sembilan tahun juga menjadi prioritas program dalam pembambungan pendidikan 2010-2014 “Penuntasan ini perlu dilakukan karena saat ini rata-rata pendidikan masyarakat Indonesia masih kurang dari Sembilan tahun, yakni berkisar 7,2 tahun,” ungkap Djoko.
Selain itu percepatan peningkatan kualifikasi akademik guru ke S1 dari D4, sertifikasi, dan rintisan pendidikan profesi guru juga harus diupayakan karena jumlah dosen yang memiliki kualifikasi pendidikan S1 saat ini masih sekitar 50% dari total dosen yang ada di Indonesia. “Seluruh guru harus berkualifikasi S1/D4 dan tersertifikasi selambat-lambatnya tahun 2015 sesuai amanat UU Guru dan Dosen,” tegas Djoko.
Peningkatan akses dan mutu pendidikan vokasi, ditambahkan Joko, menjadi alternatif bagi tercapainya SDM yang cerdas dan kompetitif. “Dengan pendidikan vokasi, masyarakat akan memperoleh pendidikan yang tidak terlalu lama, namun juga memiliki nilai tambah, terutama pada keterampilan,” urai Djoko.
Percepatan peningkatan jumlah dosen S3 dan daya saing perguruan tinggi. “Saat ini jumlah dosen dengan kualifikasi S3 baru 15 ribu, sementara target pada tahun 2030 masih diperlukan sekitar 105 ribu dosen S3. Untuk itu, percepatan harus segera dilakukan karena idealnya semua dosen adalah doktor, tentunya dengan tetap menjaga kualitas,” imbuh Djoko.
Indeks kapasitas inovasi Indonesia juga diakui Joko masih perlu ditingkatkan. “Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu dan relevansi perguruan tinggi melalui kegiatan penelitian dan inovasi,” tandasnya.