Pengabdian masyarakat bagi seorang dosen memang hal yang sudah seharusnya dilakukan. Begitu pula yang dilakukan oleh salah satu dosen Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PBI UMY) Puthut Ardianto, M.Pd, yang melakukan pengabdian masyarakat bersama masyarakat Dlingo, Bantul dalam bentuk workshop. Workshop yang diberikan adalah tentang pelatihan pembuatan eco-print, dengan memanfaatkan bahan-bahan alami dari tumbuhan sekitar sebagai sumber pola dan warna. Workshop bertemakan ‘Project Create Women Entrepreneur Eco-print Bateak” tersebut terlaksana pada Sabtu (16/03).
Pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh Puthut menggandeng Herlina Kristanti sebagai pemilik sebuah butik eco-print di Yogyakarta bernama Lemospires. Pengabdian masyarakat tersebut juga memiliki tujuan yang baik bagi masyarakat Dlingo, Bantul. “Walaupun sasarannya adalah ibu-ibu di desa, namun antusias bapak-bapak di sini juga tidak kalah. Senangnya lagi adalah masyarakat di sini sudah tahu caranya mengkreasikan daun-daun untuk eco-print di pertemuan kedua ini. Harapannya adalah apa yang dilakukan hari ini dapat bermanfaat untuk masyarakat Dlingo, yang bisa memanfaatkan ciptaan tuhan menjadi kain, baju, tas, dan jilbab,” jelas Puthut.
Seperti yang dipaparkan Puthut saat mengisi acara, bahwasanya kegiatan akan dilaksanakan selama lima kali pertemuan. “Pertemuan pertama diisi oleh pengenalan apa itu eco-print dan teknik awal pembuatannya. Pertemuan kedua ini tentang teknik pounding yang bisa digunakan untuk merevisi apabila ada kekurangan dalam pembuatan eco-print. Di pertemuan ketiga nanti akan belajar teknik craft, di pertemuan keempat akan belajar tentang apa saja yang dibutuhkan untuk biaya produksi, bagaimana cara memasarkan hasil karya melalui media sosial, dan di pertemuan kelima harapannya adalah nanti bisa melaksanakan pameran dengan hasil karya dari masyarakat Dlingo, Bantul,” imbuh Puthut.
Herlina juga menambahkan, terkait harapan diadakannya workshop untuk masyarakat di Dlingo. “Melihat antusias masyarakat hari ini, harapannya adalah masyarakat di sini dapat membuat baju dan kerajinan-kerajinan lainnya dengan bahan yang seminim mungkin. Selain itu juga, masyarakat di sini dapat mengolah bahan-bahan yang sudah ada, seperti daun-daunan ini menjadi kerajinan yang dapat bermanfaat,” paparnya.
Teknik Eco-print memang masih asing bagi sebagian orang. Selain memanfaatkan dedaunan di sekitar dalam pembuatannya, tata cara pembuatannya yang lain juga masih terbilang sederhana. “Itu mengapa sasarannya adalah masyarakat di pedesaan, karena selain bahan-bahannya mudah dijumpai, teknik pembuatannya juga tidak ribet dan membutuhkan waktu yang lama. Selain itu, dalam dunia clothing, teknik eco-print sebenarnya masuk ke dalam salah satu teknik pewarnaan kain yang dilakukan dengan memakai bahan alam seperti tumbuhan, untuk mentransfer warna dan bentuk ke atas bahan kain,” imbuh Herlina lagi. (CDL)