Penyandang disabilitas di Indonesia masih ada yang belum mendapatkan fasilitas yang ‘ramah’ dan memadai. Walaupun pemerintah sendiri tidak tinggal diam akan hal tersebut, bahkan pemerintah telah mengeluarkan UU No. 8 tahun 2016 yang mengatur pemenuhan hak penyandang disabilitas baik hak ekonomi, politik, sosial maupun budaya. Berlatar belakang dari hal tersebut, salah satu dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) juga menunjukkan kepeduliannya kepada para penyandang disabilitas dalam bentuk pengabdian masyarakat. Pengabdian yang dilakukan dosen tersebut yakni dengan mengadakan pelayanan Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular) pada Minggu, (24/02) bertempat di Aula Kantor Kecamatan Ngaglik, Sleman Yogyakarta.
Sebagai dosen Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) UMY, Nurul Hidayah, S.Kep., NS., M.Nurs menuturkan bagaimana kronologi kegiatan berbasis pengabdian masyarakat tersebut dapat terlaksana. “Jadi ini merupakan bagian dari Pemnas (Pengabdian Masyarakat Nasional), saya mengajukan Posbindu PTM kelompok difabel. Sebenarnya Posbindu PTM ini hampir sama seperti posyandu untuk balita, posyandu untuk lansia, tapi Posbindu PTM ini lebih ke pencegahan penyakit tidak menular, dan kebetulan terkhusus kepada kelompok penyandang disabilitas. Diikuti oleh sekitar 21 orang pada hari itu, rata-rata usianya 15 sampai 60 tahun. Posbindu PTM ini sebenarnya berbasis swadaya masyarakat, kebetulan dapat dana dari UMY, maka kita bantu dengan membelikan peralatan-peralatan medis, seperti tensi dan sebagainya. Saya tidak sendiri, saya dibantu oleh mahasiswa yang sudah mendapatkan materi PTM dari S1 sampai profesi,” jelasnya.
Nurul menambahkan, bahwa kegiatan tersebut diikuti oleh beberapa penyandang disabilitas. “Waktu melaksanakan kegiatan itu, yang datang alhamdulilah lumayan banyak, ada dari penyandang disabilitas tuna rungu, tuna daksa, dan polio. Untuk sistemnya kami membagi menjadi lima meja untuk proses pemeriksaan, yaitu meja pertama pendaftaran, meja kedua itu wawancara terkait faktor resiko PTM, faktor riwayat penyakit, meja ketiga penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, dan tensi. Meja keempat, cek gula darah, kolesterol, dan asam urat. Kemudian meja kelima ada konsultasi kesehatan,” ungkapnya.
Selain membantu penyandang disabilitas dalam pelayanan kesehatan, mereka juga dilatih untuk pelatihan kaderisasi. Tujuannya adalah agar dapat mandiri dalam menjaga kesehatan masing-masing khususnya untuk PTM. “Saya lebih kepembentukan awal dan pelatihan kader, nanti tiap bulan bisa jalan sendiri, dengan pengawasan dari puskesmas. Harapannya agar dapat lebih memandirikan mereka untuk menjaga kesehatan masing-masing,” tutup Nurul. (cdl)