Semakin tingginya harga berbagai kebutuhan pokok makanan mulai dari beras, sayur-sayuran, maupun buah-buahan tidak terlepas dari faktor semakin sedikitnya pasokan bahan pangan. Ditambah dengan panjangnya jalur rantai pasokan yang menimbulkan biaya tinggi.
Bagi sebagian masyarakat hal ini menjadi keresahan tersendiri, tingginya permintaan bahan makanan tidak dibarengi dengan tingkat penawaran yang memadai oleh penyedia, dalam hal ini distributor maupun produsen yang menyebabkan akan terjadi kelangkaan dalam jangka panjang. Oleh sebab itu dibutuhkan pendekatan yang melibatkan pemerintah, masyarakat, pihak swasta dan organisasi sosial kemasyarakatan atau keagamaan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Berangkat dari permasalahan tersebut dua dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Syarif As’ad, S.EI., MSI., dan Dr. Halim Purnomo, M.Pd., pun melakukan pendampingan dan pelatihan urban farming kepada masyarakat Tamantirto Selatan, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pendampingan dan pelatihan tersebut telah terlaksana pada akhir Maret yang lalu dengan diikuti oleh 112 peserta yang terdiri dari Pengurus Pimpinan Ranting Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah serta Ikatan Guru ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (IGABA) Tamantirto Selatan.
Syarif As’ad selaku ketua tim menjelaskan bahwa permasalahan kelangkaan pangan ini banyak terjadi di sebagian besar daerah perkotaan maupun semi perkotaan. Permasalahan menjadi semakin kompleks ketika masyarakat perkotaan harus tergantung dengan sistem rantai pasok makanan dari luar kota.
“Sementara bagi mereka yang memiliki lahan terbuka lebih memilih untuk mendirikan bangunan atau sejenisnya untuk kepentingan ekonomi dan bisnis, sehingga lahan pertanian di sebagian wilayah semi perkotaan sekalipun sudah banyak beralih fungsi. Karena itu, solusi yang harus dilakukan adalah peningkatan pemahaman dan kesadaran terhadap pentingnya urban farming sebagai solusi inovatif untuk mengatasi tantangan keberlanjutan pangan di tengah pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang cepat,” jelas Syarif saat dihubungi pada Senin (6/4).
Dengan memanfaatkan lahan terbatas di perkotaan, urban farming tidak hanya mengurangi ketergantungan pada rantai pasokan pangan yang panjang dan mahal, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi lokal dan memperkuat ketahanan pangan serta ekonomi komunitas urban. “Praktik urban farming kolektif oleh kelompok masyarakat ini juga memberikan manfaat sosial yang signifikan, seperti membangun solidaritas, meningkatkan pengetahuan kolektif, dan memperkuat ikatan sosial di dalam masyarakat,” imbuh Syarif.
Kegiatan pendampingan dan pelatihan yang juga menggandeng Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Tamantirto Selatan ini menurut Syarif juga menjadi bagian dari gerakan dakwah Islam. “Kami juga memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendekatan dakwah yang holistic seperti ini, untuk mendukung pertanian perkotaan secara berkelanjutan,” urai Syarif lagi.
Dalam pelatihan urban farming ini, tim dosen pengabdi juga menghadirkan langsung narasumber Dr. Aris Slamet Widodo, S.P., M.Sc., sebagai pemateri pada acara tersebut, sebagai pakar bidang Agribisnis UMY. “Selain memperoleh materi, peserta juga menerima sumbangan berupa alat dan media tanam yang telah diberikan oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah, dalam hal ini dialokasikan dan diterimakan untuk pengurus IGABA. Dengan harapan alat dalam bentuk media tanam seperti cangkul, sprayer, garputala dan papan control tanaman dapat digunakan secara optimal dan dapat mendukung pelaksanaan urban farming di lingkungan PRM/PRA Tamantirto Selatan,” tutur dosen Program Studi Ekonomi Syari’ah UMY ini lagi.
Setelah dilaksanakan pelatihan tersebut, peserta memberikan respon dan memberikan tanggapan bahwa pengetahuan tentang urban farming merupakan referensi baru yang tidak semata-mata sebagai pengisi waktu senggang. Melainkan memiliki potensi ekonomi dan bisnis yang menguntungkan bila dikelola dengan sungguh-sungguh dan berkelanjutan.
“Selain itu, secara terukur peserta kami harapkan dapat mempersiapkan diri dengan data dan informasi ketersediaan lahan sebagai tempat yang akan digunakan sebagai aktivitas urban farming. Sehingga tata kelola yang akan diterapkan dapat disesuaikan kebutuhan-kebutuhan baik dari segi metode seperti polibag, hidroponik, atau vertikal garden. Dengan demikian diharapkan output dari pelaksanaan ini dapat menghasilkan tanaman-tanaman pertanian melalui bentuk urban farming yang diharapkan memiliki nilai ekonomis sebagai peluang bisnis berkelanjutan,” tutup Syarif. (DA)