Salah satu dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Firly Annisa ikut terlibat dalam penelitian gerakan literasi digital Indonesia, yang diadakan oleh Jaringan Pegiat Literasi Digital (JAPELIDI). Penelitian tersebut dilakukan di 9 kota, yaitu Yogyakarta, Salatiga, Semarang, Surakarta, Malang, Bandung, Banjarmasin, Bali dan Jakarta. Penelitian tersebut juga telah dilakukan JAPELIDI sejak bulan April 2017, dengan memetakan gerakan literasi digital yang telah ada di masyarakat dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam rangka Hari Literasi Internasional, pada Minggu (10/9) di Legend Cafe, Firly Annisa bersama dua perwakilan peneliti JAPELIDI lainnya mempresentasikan hasil penelitian yang telah mereka lakukan. Dari penelitian yang dilakukan oleh mereka ditemukan setidaknya 338 kegiatan literasi digital di 9 kota tersebut. Angka tersebut merupakan angka yang luar biasa sebagai gerakan untuk membuat warga lebih melek media digital. Akan tetapi, para pegiat gerakan literasi digital tersebut masih didominasi oleh perguruan tinggi, pemerintah daerah dan komunitas. Sementara inisiatif dari warga masyarakat masih minim dibandingkan gerakan literasi dasar seperti membaca.
Untuk lebih memaksimalkan gerakan literasi digital tersebut, menurut Firly, remaja atau pelajar, mahasiswa, masyarakat umum dan orang tua adalah target yang paling banyak disasar oleh gerakan-gerakan literasi digital. “Keberadaan anak-anak muda ini sangat penting sebagai target sasaran gerakan. Karena mereka bisa menjadi agen dalam gerakan literasi digital,” ujar Dosen Ilmu Komunikasi UMY ini melalui rilis yang diterima pada Minggu (10/9).
Selain Firly, dua peneliti lainnya yang ikut mempresentasikan hasil penelitian tersebut adalah Novi Kurnia, koordinator penelitian bersama JAPELIDI sekaligus Ketua Program Studi S2 Ilmu Komunikasi UGM dan Dyna Herlina, dosen Ilmu Komunikasi UNY. Berdasarkan penelitian yang JAPELIDI lakukan, ada beberapa rekomendasi yang diberikan baik dalam level keluarga, sekolah, maupun negara.
“Pada level keluarga, orang tua harus menjadi contoh serta melibatkan anak sebagai partner dalam membuat kesepakatan-kesepakatan atas akses media digital. Pada level sekolah, harus ada perubahan ke arah pendidikan berbasis digital, yaitu murid dan guru adalah setara dan harus menguasai konten pembelajaran bersama. Selain itu, orang tua juga harus berkolaborasi dengan guru dalam mendidik anak, serta sekolah menyediakan laboratorium media digital. Kemudian pada level pemerintah, harus didorong transformasi digital dengan membangun infrastruktur digital yang demokratis, memperkuat e-governance, serta memberdayakan warga negara sebagai bagian dari kewarganegaraan digital (digital citezenship),” jelas Dyna Herlina.
JAPELIDI sendiri merupakan Jaringan Pegiat Literasi Digital yang terbentuk pada Januari 2017 dan saat ini beranggotakan 52 peneliti/akademisi yang berasal dari 25 perguruan tinggi di 9 kota di Indonesia. Sebagian besar dari anggota JAPELIDI ini memiliki latar belakang Ilmu Komunikasi. Penelitian yang telah mereka mulai sejak bulan April 2017 ini juga menjadi langkah awal dari JAPELIDI untuk mengembangkan gerakan dan kajian literasi digital berskala nasional di Indonesia. (sakinah)