Berita

Dosen UMY Teliti Kestabilan Ekonomi Indonesia

Sektor keuangan merupakan salah satu sektor yang sangat dinamis dan mudah terguncang, apalagi dalam kondisi pandemi COVID-19 seperti sekarang ini. Dengan latarbelakang ini, maka diperlukan suatu rancangan kebijakan oleh pemerintah guna menjaga stabilitas Lembaga keuangan, termasuk perbankan Syariah di Indonesia. Rancangan kebijakan ini dijelaskan oleh Dr. Dimas Bagus Wiranatakusuma, S.E., M.Ec., Dosen Program Studi Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang pada awal Desember 2021, karya tulisnya terpilih menjadi salah satu paper terbaik dalam Lomba Karya Ilmiah Stabilitas Sistem Keuangan (LKISSK) yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia.

Melalui karya berjudul “Measuring the Resilience of Islamic Banking in Indonesia” Dimas dan koleganya, Ganjar Primambudi, melakukan riset mengenai kestabilan perekonomian dengan menspesifikkan kepada bank syariah. “Kami ingin memastikan perekonomian Indonesia, meskipun sedang diterjang badai pandemi tetap bertahan dan stabil pada ambang batas tertentu, khususnya bank syariah yang saat ini secara pangsa pasar masih terbilang kecil,” ungkap Dimas saat ditemui oleh BHP pada Jum’at (10/12).

Dalam penelitian ini, Dimas menggunakan 12 variabel untuk menentukan pada level angka berapa perbankan syariah bisa dikatakan stabil atau tidak stabil. Salah satunya adalah dengan menggunakan variabel Non-Performing Funds (NPF) atau kredit macet dimana kestabilan yang ideal sebaiknya berada pada angka 2,62% sampai 3,95%. Dengan melakukan penelitian terapan selama hampir satu tahun lamanya, Dimas mengemukakan penelitian yang ia lakukan diharapkan dapat memberikan rekomendasi maupun referensi secara teknis dan terukur kepada para policy maker di Indonesia.

Hasil yang menarik dari penelitian ini adalah temuan terkait nilai ambang batas sebagai patokan bagi perbankan syariah dalam menjalankan aktivitas keuangannya. “Ambang batas yang direkomendasikan adalah antara 2,62% hingga 3,95%, jika berada diatas angka tersebut itu artinya para policy maker harus menjadi lebih waspada. Namun jika berada dibawah angka tersebut, artinya kegiatan perekonomian dilakukan dengan terlalu hati-hati,” terangnya.

Lebih lanjut, Dimas juga mengungkapkan bahwa output lain dari penelitiannya ini adalah akan dikembangkannya sebuah alat atau prototype untuk mendeteksi aktivitas perekonomian dari sebuah bank. “Dengan ini, harapannya adalah masyarakat umum yang awam perihal ekonomi bisa menjadi lebih paham tentang aktivitas perekonomian khususnya dalam hal kesehatan perbankan syariah di Indonesia,” pungkasnya. (ays)