Berita

Dosen UMY Terpilih Jadi Ketua Himpunan Disabilitas Muhammadiyah DIY

Dosen Fakultas Pendidikan Bahasa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FPB UMY), Jati Suryanto S.Pd, M.A terpilih menjadi Ketua Himpunan Disabilitas Muhammadiyah (HIDIMU) Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2021-2024. Ia dipilih dalam Musyawah Wilayah HIDIMU ke-1 yang diselenggarakan di Kampus UAD Unit 2B, Jalan Pramuka Yogya, pada Kamis (1/6).

”Astaghfirullahaladzim. Semoga saya bisa mengemban amanah yang berat ini dengan baik, selalu bisa menjaga keikhlasan dan menjaga niat baik karena Allah semata. Harapan saya, teman-teman difabel DIY terutama yang nantinya menjadi pengurus DPW HIDIMU DIY dapat kompak membantu menghidupkan HIDIMU DIY agar memberi manfaat bagi kaum difabel DIY,” terang Jati saat diwawancara Humas UMY, pada Sabtu (3/6).

Jati mengatakan telah menyusun rencana program kerja selama satu tahun ke depan yang akan didiskusikan kembali bersama pengurus lainnya.

“Program Kerja HIDIMU DIY sebenarnya sudah dari tahun 2021 – 2024, sehingga tinggal 1 tahunan lagi. Tetapi saya sudah membuat rencana kerja secara umum walaupun proker itu masih harus dibahas dulu dengan seluruh pengurus DPW HIDIMU,” jelasnya.

Secara garis besar ada beberapa program kerja unggulan yang akan dilakukan Jati dalam masa kepemimpinannya selama satu tahun ke depan. “Selain menjadikan amanah ini sebagai misi dakwah, kami juga berencana akan mendirikan HIDIMU Daerah. Kemudian juga memberikan berbagai pelatihan kepada penyandang disabilitas, dan melakukan advokasi disabilitas dalam lingkungan Muhammadiyah dan Pemerintah. Selain itu, kami juga akan melakukan pembinaan seni budaya dan olah raga, serta menginisiasi berdirinya Muhammadiyah Disability Centre,” urai Jati.

Di sisi lain, Jati juga berharap agar masyarakat dapat bekerjasama memperjuangkan hak-hak kaum disabilitas dalam segala akses agar mereka mendapatkan kesetaraan.

“Saya pribadi berharap agar masyarakat dapat lebih memahami kondisi para difabel. Sehingga masyarakat dapat ikut serta dalam memperjuangkan persamaan hak dan kewajiban para difabel. Baik itu dalam bentuk fisik, pendidikan, sosial, budaya, ekonomi maupun politik. Tanpa kesadaran dan keterlibatan masyarakat umum rasanya sulit bagi kaum disabilitas mendapatkan persamaan perlakuan, hak dan kewajibannya,” imbuh Jati.

Sementara itu, Jati sebagai dosen sekaligus Dekan FPB UMY mengatakan bahwa UMY sendiri sebagai institusi tempatnya bekerja terus berupaya berbenah agar menjadi kampus yang ramah difabel.

“UMY sendiri sudah mulai berbenah diri agar ramah difabel terutama pada bangunan fisik. Gedung-gedung baru sudah difable friendly. Walau gedung-gedung lama tidak mudah menyesuaikannya. Sebagai contoh, sampai sekarang saya belum bisa sholat di Masjid KH. A. Dahlan UMY, karena termasuk gedung lama dan belum difable friendly,” tuturnya. Hal tersebut menurut Jati juga menjadi tantangan sendiri bagi UMY untuk mewujudkan sistem pendidikan yang lebih inklusif. (Mut)