Berita

“Dusner” Raih Juara 1 dalam Festival Film Pendek Berbahasa Daerah 2022

Sebuah karya film pendek yang berjudul “Dusner” berhasil meraih juara 1 dalam Festival Film Pendek Berbahasa Daerah tahun 2022. Film pendek karya Unit Kegiatan Mahasiswa Muhammadiyah Multimedia Kine Klub Universitas Muhammadiyah Yogayakarta (UKM MM Kine Klub UMY) ini meraih penghargaannya dalam ajang festival yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud-ristek). Penghargaan tersebut diumumkan pada Jum’at (28/10) yang lalu.

Produser film “Dusner”, Umar Al Jufri menyampaikan bahwa keberhasilan yang diraih ini sebanding dengan usaha yang telah dilakukan oleh ia dan timnya. “Di setiap pembuatan film tentunya kami pasti memiliki target juara, di film “Dusner” ini kami juga menargetkan untuk menjadi juara 1. Dan kami bersyukur akhirnya target tersebut bisa tercapai, karena hasil tersebut sesuai dengan usaha dan perjuangan yang telah kami lakukan, baik dari proses pra-produksi hingga pasca-produksi,” ujar Umar saat dihubungi pada Senin (31/10).

Kompetisi Festival Film Pendek Berbahasa Daerah 2022 ini diikuti oleh ratusan peserta, baik dari kategori SMA/SMK/Sederajat maupun kategori mahasiswa/umum. Menurut Umar, dalam proses pembuatan film ini, ia dan timnya turut menemui beberapa kendala seperti pemilihan aktor, penerjemahan naskah, dan set up lokasi.

“Karena dalam film ini kami mengusung tentang penyelamatan bahasa daerah Papua maka kami agak kesulitan mencari aktor yang asli dari Papua juga penerjemahan naskah. Karena yang kami inginkan adalah tidak memakai bahasa Papua yang di EYD-kan tapi bahasa asli dari beberapa suku di daerah Papua. Selain itu, pemilihan lokasi juga menjadi kendala karena kami memerlukan setting hutan yang seperti di Papua sekaligus pembuatan rumah honai. Namun, akhirnya kendala tersebut bisa teratasi berkat bantuan teman-teman komunitas dari Papua yang turut membantu dalam mengarahkan dan memberi saran dalam proses pembuatan film ini,” paparnya.

Meskipun menemui kendala, Yusuf Hayy, selaku sutradara film “Dusner” ini mengatakan jika proses pembuatan film ini tidak memakan waktu lama karena hanya memakan waktu satu setengah bulan. “Proses pembuatan film keseluruhan memakan waktu 1,5 bulan, dimana pre-production meeting menghabiskan waktu 3 minggu, sedangkan untuk proses produksi hanya memakan waktu 3 hari, dan terakhir di pasca-produksi memakan waktu 1 bulan,” ungkapnya.

Terdapat sekitar 30 orang kru yang ikut terlibat dalam proses pembuatan film “Dusner” ini. Menurut Yusuf, pemilihan bahasa daerah “Dusner” dari Papua yang diangkat dalam film ini datang dari keresahan ia dan timnya atas banyaknya bahasa daerah yang mulai punah di Indonesia. “Pengusungan ide bahasa “Dusner” untuk diangkat sebagai film sebenarnya berawal dari riset tim kami yang menemukan bahwa banyak bahasa daerah di Indonesia sudah mulai punah apalagi bahasa daerah di bagian Timur termasuk salah satunya bahasa “Dusner” ini, dari situ akhirnya kami mencoba mengangkat bahasa tersebut ke dalam film pendek “Dusner” ini,” terangnya.

Ia juga menambahkan bahwa alasan lain di balik pemilihan bahasa daerah “Dusner” ini karena MM Kine Klub ingin mencoba tantangan baru dengan memakai bahasa yang mungkin banyak orang awam tidak tahu. “Di samping karena keresahan kami atas punahnya bahasa “Dusner” ini, kami juga ingin menantang diri kami sendiri (MM Kine Klub) untuk keluar dari zona nyaman, karena biasanya setiap pembuatan film kami sudah sering menggunakan bahasa jawa. Untuk itu, dalam film ini kami ingin memakai bahasa baru tersebut yang mungkin banyak orang awam tidak ketahui sebagai bahasa utama dalam film yang kami buat,” tambanya.

Adapun cerita yang diangkat dalam film ini adalah sebuah realita yang seringkali diabaikan masyarakat terkait punahnya bahasa daerah. Film ini dimaksudkan sebagai sindiran untuk masyarakat millennial yang seringkali abai terhadap bahasa daerahnya sendiri. Oleh karena itu, Yusuf berharap dengan adanya film “Dusner” ini membuka mata masyarakat terkhusus anak muda untuk terus melestarikan bahasa daerahnya masing-masing. (YA)