Berita

Fajar Junaedi Luncurkan Buku Strategi Membuat Iklan Politik Yang Kreatif

_MG_3370Komunikasi iklan politik melalui media televisi kian populer, namun kebanyakan iklan – iklan tersebut dalam tataran kreatifitas hingga eksekusi masih jauh dari kata baik. Oleh karena itu para aktor politik dan industri komunikasi harus bisa mendesain pesan komunikasi politik yang lebih kreatif.

“iklan politik di Indonesia secara ide kreatif sampai eksekusi iklan jauh lebih jelek dibandingkan iklan komersial meskipun secara budgeting iklan politik biayanya sangat luar biasa ” ungkap Fajar Junaedi, pengajar Prodi Ilmu Komunikasi UMY yang baru saja merampungkan buku ke delapannya yang berjudul Komunikasi Politik: Teori, Aplikasi, dan Strategi di Indonesia.

Salah satu point dalam bukunya itu ialah ia ingin menawarkan solusi kepada aktor politik dan industri komunikasi bagaimana membuat membuat iklan politik yang baik. Iklan politk saat ini, lanjut Fajar masih jauh dari kata bagus dan cenderung kaku “Bagi pembaca aktor politik akan saya tunjukkan bagaimana cara membuat iklan politik yang bagus how to send the message, untuk industri komunikasi buku ini bisa menjadi rujukan bagaimana mereka mendesain pesan komunikasi dalam komunikasi politik yang kreatif” tambahnya.

Selain untuk para aktor politik, buku ini juga di tujukkan bagi khalayak luas agar menjadi lebih sadar bagaimana hubungan antara media dan komunikasi politik di Indonesia saat ini sehingga mereka bisa mengkritisinya. “saya ingin khalayak menjadi aware, ini lho relasi media dan komunikasi politik di Indonesia” katanya ketika di temui di ruang rapat komunikasi UMY, Rabu (19/06).

Relasi media dan aktor politik di Indonesia saat ini, lanjut Fajar bersikap abu – abu dibandingkan dengan masa orde lama pasca revolusi kemerdekaan, pada masa itu media jelas memposisikan diri sebagai underbow parpol tertentu sehingga tajuk rencana media akan jelas memihak parpol induknya. “Sedangkan saat ini media abu abu, media tidak memposisikan diri sebagai underbow parpol atau politikus tertentu tapi isinya memihak ke parpol atau politisi tertentu. Sikapnya abu abu tidak ada garis demarkasi yang jelas.” Imbuhnya.

Selain itu politik, Fajar juga menyoroti politik ekonomi media, dimana aturan di Indonesia memungkinkan celah terjadinya monopolisasi media oleh aktor politik tertentu. “Berbeda di Amerika Serikat crossownership di larang.  Namun di Indonesia hal itu masih terjadi karena ada satu orang memiliki beberapa media nasional dari berbagai lini.” Lanjutnya.

Melihat hal tersebut ia berharap para pembaca bukunya bisa menjadi lebih sadar dan kritis terhdap pemberitaan media masa saat ini. “Saya berharap dengan buku ini khalayak semakin melek bahwasanya kita harus kritis terhadap pemberitaan media masa.” Ujarnya.

Buku yang diakui Fajar  membahas wilayah teori, aplikasi, hingga strategi yang di sesuaikan dengan realitas di Indonesia dengan melakukanbenchmarking dengan apa yang terjadi di negara demokrasi maju seperti Amerika Serikat dan Eropa ini juga membahas bagaimana mengemas pesan komunikasi politik melalui sosial media yang juga memiliki kekuatan luar biasa.