Berita

Festival Film Sebagai Ajang Promosi Film Lokal

umy-jaff

Kreatifitas sineas muda dalam menghasilkan film-film lokal semakin hari jumlahnya semakin bertambah. Namun pamor film-film lokal tersebut terkadang tidak terlalu dikenal oleh masyarakat luas. Oleh karenanya, agenda seperti Festival Film dapat dimanfaatkan sebagai ajang promosi film-film tersebut.

Ian Conrich, asisten Professor dari University of South Australia, menyampaikan bahwa para sineas muda harus aktif dalam mengikuti ajang film festival. Hal tersebut dinilai positif untuk dapat membantu mempopulerkan film-film lokal kepada masyarakat luas bahkan sampai pada ranah internasional. Pendapatnya tersebut ia sampaikan pada kuliah umum Jogja-Asia Netpac Film Festival, di Amphiteather gedung Pascasarjana UMY pada Kamis (1/12).

“Film yang diikutkan dalam festival film dan berhasil memenangkan penghargaan, akan menambah nilai terhadap film tersebut. Prestasi atas film pada festival fillm yang diikuti tersebut bisa dicantumkan pada poster film. Sehingga para penonton menjadi tahu bila film tersebut sudah mendapatkan penghargaan dari Festival Film. Dan tentu itu akan semakin mempopulerkan film tersebut,” ujar Ian.

Ian juga mencontohkan perfilm-an di Selandia Baru yang meskipun tidak terlalu terkenal di ranah internasional, namun bisa sangat terkenal di kalangan masyarakat Selandia Baru sendiri. Ia menyebutkan film-film lokal di Selandia Baru banyak yang mengangkat kisah penduduk lokal yakni suku Maori, dan setelah memenangkan ajang Festival Film di Kawasan Pasifik, film-film lokal tersebut menjadi terkenal di Pasifik.

“Jika ditanya apa saja film Selandia Baru, orang banyak menyebutkan film seperti The Lord of The Rings. Padahal sebenarnya film tersebut bukanlah film Selandia Baru. Hanya pembuatannya saja yang memang banyak mengambil tempat di Selandia Baru. Namun baik aktor, sutradara ataupun ceritanya sendiri tidak merepresentasikan budaya Selandia Baru,” ungkap Ian.

Sebuah film yang dibuat oleh masyarakat lokal, menurut Ian, harus mampu memuat nilai-nilai budaya yang merepresentasikan negaranya. “Seperti film-film Selandia Baru yang dibuat oleh masyarakat lokal akan selalu memasukkan nilai-nilai budaya masyarakat lokal. Seperti beberapa film akan memasukkan cerita masyarakat Maori yang memiliki gambar simbolis pada wajahnya. Meskipun bukan sebagai tokoh utama, tetapi selalu ada nilai-nilai budaya lokal yang masuk dalam film,” jelas Ian.

Selain nilai yang terkandung dalam film, Ian juga menyebutkan, keragaman sebuah poster film juga menjadi faktor penting untuk menarik penonton. Konten film seperti film yang berceritakan tentang wanita atau masyarakat lokal atau yang lainnya, harus mampu terepresentasikan pada poster film. Dan berapa jumlah tokoh utama yang harus digambarkan dalam poster juga akan mempengaruhi minat penonton untuk menonton film tersebut.

“Jika film yang dibuat menceritakan tentang keluarga, maka poster harus memuat beberapa aktor. Jika hanya satu aktor yang ditampilkan, terutama pemeran wanitanya saja, orang yang melihat bisa salah menafsirkan bahwa film tersebut berceritakan tentang film tokoh wanita. Oleh karenanya, poster harus dapat merepresantikan konten dari film sendiri dengan menarik,” tegas Ian. (deansa)