Film experimental karya komunitas film Hide Project Indonesia“Shelter” berhasil mengeliminasi beberapa kontestan dan meraih penghargaan sebagai finalis Burcharest International Film Festival (BIEFF) Rumania. Dalam festival tersebut selain Malaysia, Indonesia juga sebagai salah satu perwakilan dari Asia.
Film “Shelter” banyak diapresiasi oleh kancah internasional. Film yang berdurasi 15 menit ini sudah pernah menjadi finalis festival film di Jerman, Belanda, Rusia, dan Asia. Film hasil kolaborasi antara dosen dengan mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UMY berhasil meraih berbagai penghargaan sebagai finalis di festival film internasional.
Demikian yang disampaikan oleh dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (I-Kom UMY) Budi Arifianto yang berperan sebagai cinematography usai pulang dari Rumania, Jumat (7/12).
Budi menerangkan bahwa segala apa yang dikerjakan ternyata ada wadah untuk diekplorasi. Hal itu terbukti dengan banyaknya Negara yang mengapresiasi film “Shelter” sehingga tembus di ranah internasional.
“Setidaknya apa yang telah kami kerjakan bisa diapresiasi oleh orang luar. Apalagi film ini produser dan sutradaranya berasal dari mahasiswa UMY. Jadi kolaborasi antara dosen dan mahasiswa itu bisa terjalin dengan baik,” terangnya.
Sementara itu, Budi menjelaskan film “Shelter” adalah film experimental berdurasi 15 menit. Film ini menceritakan tentang rutinitas seorang yang membosankan. Usai pulang kerja, sang perempuan dijemput oleh kekasihnya. Sang perempuan dibidik dengan rasa kesepian. Hanya menjalani rutinitas sebagai penjaga toko kemudian menunggu dijemput oleh kekasihnya di pemberhentian bis.
“Teka-tekinya saat di ending. Ketika kekasihnya menjeputnya dengan mengenakan jaket berwarna merah.Sang kekasih menyapa, mencium tangannya dan membelainya tetapi sang perempuan tidak merespon sama sekali. Akhirnya ketika sang perempuan keluar dari bis dan melihat orang yang tergeletak menggunakan jaket merah. Jaket yang dikenakan sama persis dipakai oleh kekasihnya,” jelasnya.
Film yang disutradai oleh Imail Basbeth dan produsernya adalah Suryo Adhi Wiyogo mencoba untuk membuat film dengan open ending. Artinya ending yang diciptakan akan dikembalikan lagi ke penonton. Bahkan endingnya pun menjadi tanda tanya bagi para kru.
“Kami sengaja membuat ending yang bisa ditafsirkan secara berbeda-beda. Hal itulah yang menjadi keunikan film ini. Selain itu, film ini juga tanpa dalam satu shoot. Tidak ada editan dalam film ini, jadi jika ada adegan yang salah kami mengulangnya lagi dari awal,” lanjut Budi.