Konsumsi rokok di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 240 miliar batang per tahun mengindikasikan paparan asap rokok sudah sampai pada tingkatan mengganggu kepentingan umum masyarakat. Selain akan memperburuk kesehatan masyarakat dengan banyaknya penyakit yang disebabkan, rokok juga memperburuk kondisi ekonomi, sosial, pendidikan serta lingkungan hidup masyarakat.
Gubernur Provinsi Daerah IstimewaYogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) No 42 tahun 2007 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di berbagai fasilitas publik.
Sebagai upaya untuk mendukung Pergub tersebut serta melindungi masyarakat, wanita dan generasi muda dari paparan asap rokok maka Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan – Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK-UMY) membentuk wadah resmi terkait dengan Pengendalian dampak asap tembakau. Wadah tersebut berupa Pusat Pengendalian Dampak Tembakau Muhammadiyah atau Muhammadiyah Tobacco Control Centre (MTTC).
Menurut Ketua MTCC, dr. Titik Hidayati, M.Kes., ketika ditemui di tengah persiapan launching MTCC di kampus Terpadu UMY Kamis (10/2), MTCC akan dilaunching pada Jum’at (11/2) di Asri Medical Center (AMC).
Lebih lanjut, sikap pemerintah RI yang tidak bersedia melaksanakan ratifikasi dan belum bersedia melaksanakan aksesi terhadap Konvensi WHO tentang Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) merupakan kendala terbesar dalam upaya pengembangan pengendalian kebijakan publik dan pengendalian dampak tembakau di Indonesia.
Tujuan dari MTCC tersebut untuk menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran maupun kemauan masyarakat mengorganisasikan diri dalam berbagai upaya penganggulanagn dampak merokok. “Selain itu juga meningkatkan kesadaran segenap pemangku kepentingan akan bahaya dampak tembakau terhadap tingkat kesehatan, sosial dan ekonomi suatu masyarakat dan bangsa,”paparnya.
MTCC akan melakukan berbagai kegiatan mulai dari melakukan advokasi kebijakan publik dalam pengendalian dampak tembakau dan sosialisasi pengintegrasian dampak tembakau dalam kurikulum pendidikan kedokteran. “Selain itu melakukan sosialisasi bagi terwujudnya KTR di lingkungan forum maupun masyarakat luas, penumbuhkembangan lingkungan tanpa rokok di komunitas dan rumah tangga. Serta mendorong berkembangnya quit tobacco clinics di lembaga pelayanan kesehatan dan masyrakat luas,”tuturnya.
Terkait dengan quit tobacco clinics, FKIK UMY melalui MTCC juga membentuk Klinik Berhenti merokok (KBM) di AMC. Klinik tersebut akan membantu dan mendampingi masyarakat luas yang ingin berhenti merokok.
Dalam penuturan Titik kendala masyarakat yang ingin berhenti merokok biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor. “Faktor biologi disebabkan oleh kandungn adiktif pada rokok yang menyebabkan ketergantungan. Sedangkan faktor sosial disebabkan oleh lingkungan perokok tersebut. Misalnya karena takut tidak diterima kelompoknya kemudian dia ikut-ikutan atau tetap merokok,”urainya. Selain itu juga terdapat faktor psikologi. ”Misalnya takut gagal ketika mau berhenti merokok. Oleh karena itumaka dierlukan bantuan bagi orang-orang yang ingin berhenti merokok.”jelasnya.
Ketika disinggung berapa lama proses penyembuhan peroko, dijelaskan Titik bahwa lama tidaknya proses penyembuhan untuk berjhenti merokok dipengaruhi perokok tersebut. ”Ada lima fase untuk berhenti merokok. Fase pre kontemplasi atau fase si perokok belum ingin berhenti, fase kontemplasi dan preparation dimana perokok sudah ingin berhenti, fase aksi dan maintenance yaitu fase pendampingan agar benar-benar berhenti merokok dan bertahan untuk tidak merokok lagi,”urainya. KBM ini diperlukan untuk membantu penderita untuk berhenti merokok. ”Selain itu untuk meningkatkan efektifitas therapy dan manfaat dari berhenti merokok,”ujarnya.