World Health Organization (WHO) sejak satu dekade lalu telah menetapkan resolusi untuk memperkuat penerapan perawatan paliatif yang menjadi bagian dalam komponen perawatan kesehatan yang holistik dan komprehensif. Perawatan paliatif umumnya dilakukan kepada pasien dengan penyakit yang mengancam nyawa, dan menurut Prof. Erna Rochmawati, S.Kp., M.NSc., M.Med.Ed., Ph.D. merupakan bentuk perawatan yang bersifat menyeluruh karena tidak hanya memberikan kenyamanan dari segi fisik namun juga secara psikologis dan spiritual.
Ini yang kemudian digarisbawahi olehnya karena seringkali perawatan berfokus hanya secara fisik saja, sehingga harus lebih menguatkan aspek spiritualitas yang menjadi bagian dalam integrasi perawatan holistik. Hal tersebut diungkapkan oleh Erna saat Rapat Senat Terbuka Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Kamis (20/6), dimana ia menyampaikan orasi ilmiah untuk mengukuhkan gelar Guru Besar di bidang Keperawatan Medikal Bedah. Penelitian Erna secara khusus membahas mengenai optimalisasi perawatan paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien melalui spiritual/religious self-care.
“Perawatan paliatif bertujuan untuk mencegah dan mengatasi penderitaan pasien melalui identifikasi terhadap diri pasien, penanganan permasalahan fisik serta masalah psikologis dan spiritual. Tujuan ini mengalami perkembangan dimana pendekatan juga dilakukan kepada keluarga dari pasien yang mengalami masalah terkait penyakit yang berpotensi terjadi kematian,” ujar Erna.
Ketua Program Studi Magister Keperawatan UMY ini pun menegaskan pentingnya aspek spiritualitas ataupun religiusitas dalam konteks perawatan paliatif. Masalah yang dialami pasien dalam sisi spiritual memiliki proporsi yang cukup besar, dimana 82.35% pasien di Indonesia dengan sindrom jantung koroner mengalami distres spiritual ringan, seperti kemarahan terhadap Tuhan atas perasaan terisolasi yang dialami pasien. Erna menekankan dua strategi penting untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien melalui pengkajian serta pemberian spiritual/religious care.
“Bentuk pelayanan kesehatan termasuk perawatan paliatif yang dilakukan oleh praktisi keperawatan profesional dapat mengajak pasien serta keluarganya untuk berdoa bersama, mengingatkan untuk beribadah, hingga menyediakan alternatif untuk memanggil pemuka agama untuk melakukan kunjungan ke rumah pasien. Ini menjadi bagian dari layanan spiritual/religious, bahkan dalam praktiknya hal tersebut menjadi salah satu kekuatan dalam layanan perawatan paliatif di Indonesia,” ungkapnya.
Menurut Erna, perawat memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan perawatan yang berbasis spiritual/religious untuk pasien dan keluarganya. Perawat harus mampu mengkaji terkait aspek tersebut sehingga dapat mengetahui tingkatan spiritual/religious dari pasien sehingga mampu memberikan perawatan yang tepat. Hal tersebut menjadi langkah awal untuk melakukan tahapan self-care dari pasien khususnya kemandirian pasien di bidang spiritualitas dan keagamaan.
“Optimalisasi terhadap perawatan paliatif berbasis spiritual/religious dapat memberikan manfaat jangka panjang dan berdampak bagi meningkatnya kualitas hidup tidak hanya bagi pasien namun juga keluarganya. Tenaga keperawatan sebagai praktisi utama dari perawatan ini juga dapat melakukan intervensi secara optimal agar pasien mampu berinisiatif serta membentuk perilaku spiritual dan agamis untuk menjaga kesehatan dan kualitas hidup,” pungkas Erna. (ID)