Memasuki masyarakat ekonomi Asean yang tinggal hitungan minggu lagi, dirasa masih perlu banyak hal yang harus dibenahi oleh Indonesia dan juga negara-negara Asean, salah satunya yaitu dalam hal persaingan iklim usaha masyarakat Asean. Persaingan iklim usaha masyarakat Asean haruslah dilakukan secara sehat. Selain itu dibutuhkan pula harmonisasi dalam persaingan hukum antar Negara Asean dalam menghadapi masyarakat ekonomi Asean. Hal tersebut diungkapkan Drs. Munrokhim Misanam, M.A., Ec., Ph.D, selaku Komisioner Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KKPU) Indonesia, sebagai keynote speaker dalam acara Kuliah Umum dengan tema “Nurturing Fair Business Climate Through Regional Integration and Harmonization of Competition Law in Asean” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bekerjasama dengan KPPU dan Universitas Kebangsaan Malaysia pada Sabtu (5/12) bertempat di Gedung AR Fachrudin B lantai 5 kampus terpadu UMY.
Seperti diungkapkan oleh Drs. Munrokhim, terdapat beberapa kebijakan persaingan usaha menurut KPPU yang dapat berpotensi memicu konflik pada persaingan hukum usaha, diantaranya yaitu, ketentuan-ketentuan yang dapat membuat sebuah perusahaan mendominasi sebuah posisi. Kemudian ketentuan-ketentuan yang memfasilitasi perjanjian-perjanjian terhadap perusahaan untuk berhenti sejenak dalam menghadapi persaingan hukum. “Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan bagian dari intervensi pemerintah pada pasar, yaitu untuk membatasi jumlah perusahaan yang tersebar di dalam pasar usaha bisnis,” ungkapnya.
Terkait dengan ketentuan-ketentuan tersebut, terdapat 4 pilar yang harus dipersiapkan masyarakat Asean, khususnya pada bidang klim usaha, yaitu integrasi Asean ke dalam ekonomi global, karena pada kenyataannya persaingan ekonomi pada saat ini tidaklah hanya bersaing dalam lingkup Asean saja, melainkan secara global. Kemudian tingkatan jumlah produksi usaha harus sesegara mungkin dikembangkan dalam menghadapi persaingan pasar. Asean merupakan wilayah ekonomi kompetitif, sehingga persaingan iklim usaha di Asean sangatlah ketat, dan rentan akan konflik, dan terakhir pembangunan ekonomi yang merata juga harus diperhatikan guna mewujudkan iklim usaha yang sehat dan berimbang. “Jika ke empat pilar tersebut dijalankan dengan baik, maka akan menciptakan iklim usaha yang sehat di Asean, khususnya bagi Indonesia, tidak perlu takut lagi dalam menghadapi masyarakat ekonomi Asean, karena dirasa Indonesia sudahlah sangat siap dalam hal kekuatan iklim usahanya, tinggal menjalankan dan mengawasinya saja yang perlu dimaksimalkan,” ungkapnya.
Poin penting dalam menghadapi masyarakat ekonomi Asean yaitu terkait dengan dorongan dalam memajukan bidang jasa, kemudian dari kegiatan jasa tersebut akan memunculkan usaha dalam bentuk produk, yang kemudian dengan munculnya produk-produk tersebut akan menimbulkan persaingan dunia bisnis. Hal tersebut diungkapkan Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum, selaku dekan Fakultas Hukum UMY, persaingan dunia usaha jika tidak diatur dengan baik, maka tidak akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara luas. “Diharapkan iklim bisnis pada masyarakat Asean akan menjadi lebih baik dalam menghadapi MEA. Selain itu, Indonesia dalam hal persaingan usaha memiliki keunggulan dan lebih siap dibandingkan negara lainnya, jangan sampai karena Indonesia dirasa paling siap, berimbas terhadap implementasinya yang tidak mendapatkan dukungan yang kuat bagi Indonesia sendiri maupun bagi Asean,” ungkapnya. (adam)