Proses membaca dan menulis memang saling mengisi satu sama lain. Kedua proses tersebut memiliki korelasi yang tidak bisa dipisahkan. Untuk bisa menulis dengan hasil yang bagus setidaknya seseorang harus banyak membaca buku.
Hal tersebut diungkapkan oleh akademisi dan politisi muda, Hanafi Rais, dalam acara Talkshow memperingati Hari Buku Nasional yang jatuh setiap tanggal 17 Mei dan Hari Buku Internasional setiap tanggal 23 Mei. Talkshow ini diselenggarakan oleh Korp Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (KOMAHI-UMY) sebagai serangkaian acara Silver Age Celebration of KOMAHI, di Kampus terpadu UMY, Senin(21/5).
Hanafi mengungkapkan, proses membaca dan menulis sangatlah berbeda. Namun keduanya memiliki korelasi. “Reading is fun but writing pain. Proses membaca memang menyenangkan, karena kita punya banyak waktu luang untuk melakukanya. Sementara untuk menulis, akan sangat terasa menyakitkan saat kita baru akan memulai untuk menulis,” ungkapnya.
Proses menulis juga tidak semudah membalikkan tangan. Menurut Hanafi, dibutuhkan banyak buku sebagai referensi untuk menulis. Akan tetapi, buku yang dibaca pun tidak boleh sembarangan. “Tentu saja karena dengan sumber yang berkualitas, maka akan menghasilkan tulisan yang bagus pula.”
Prinsip “gelas kosong” juga menjadi sangat penting untuk diaplikasikan saat kita membaca. “Dengan mengosongkan pikiran layaknya gelas, maka kita akan lebih mudah menerima isi dari buku yang kita baca. Mengosongkan pikiran juga berarti kita terbuka atas pemikiran yang dibawa oleh buku tersebut”, jelasnya.
Hanafi Rais juga berpesan pada kalangan muda untuk sebanyak-banyaknya mebaca dan menulis. “Membacalah di kala kalian senggang dan menulislah dengan jujur,” pungkasnya.
Selain talkshow, perlombaan essay juga diselenggarakan dalam rangkaian agenda Silver Age Celebration of Komahi yang memperingati 25 tahun perjalanan KOMAHI UMY ini. Adapun lomba essay tersebut diikuti oleh Mahasiswa UMY.