Berita

ICoSI UMY Bahas Kota Berkelanjutan Demi Atasi Tantangan Pemukiman Layak

Kebutuhan akan pembangunan kota yang memiliki konsep berkelanjutan adalah kota dengan kependudukan yang inklusif, layak, aman, dan memiliki ketahanan atas berbagai permasalahan dalam tata kota. Pembangunan kota yang disebut juga sebagai Kota Berkelanjutan ini, menurut guru besar Universiti Teknikal Malaysia Melaka (UTeM) Dato Prof. Dr. Abu bin Abdullah dapat dicapai dengan memenuhi beberapa aspek krusial mulai dari transportasi, perumahan rakyat yang layak dan kualitas pelayanan masyarakat. Ini disampaikan Abu di depan ratusan peserta offline konferensi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bertajuk The 8th International Conference on Sustainable Innovation (ICoSI) yang dibuka pada Rabu (7/8).

Kota Berkelanjutan telah sesuai dengan salah satu tujuan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) dan menurut Abu inisiatif ini dapat diimplementasikan di Indonesia dengan melakukan pendekatan yang juga telah dilakukan di Malaysia. ICoSI UMY di tahun ini mengangkat tema ‘Optimizing Science and Technology for Future Sustainable Living’ menjadi penekanan dari UMY bahwa Kota Berkelanjutan merupakan isu yang menjadi perhatian utama dalam mengatasi tantangan lingkungan bagi hidup masyarakat.

“Konsep Kota Berkelanjutan telah diterapkan di Melaka, salah satu kota di Malaysia, secara bertahap melalui pendekatan atas tiga tahap, mulai dari analisis kota, proses pengukuran berdasarkan sumber daya hingga strategi pembangunan yang berdasarkan SDGs. Hal yang mungkin paling krusial dalam seluruh skema pembangunan Kota Berkelanjutan adalah kolaborasi. Pemerintah harus mempertimbangkan kerja sama dari berbagai pemangku kepentingan di berbagai bidang untuk menentukan langkah strategis ke depannya,” ujar Abu.

Setidaknya terdapat 20 Kota Berkelanjutan yang tersebar di 11 negara, dan ditentukan berdasarkan pemenuhan 6 perspektif yang mencakup integrasi tata kota, kebijakan fiskal, ekonomi perkotaan, sumber daya alam dan lingkungan, ketahanan terhadap kondisi iklim, dan inklusifitas dalam kualitas kehidupan. Abu menegaskan pentingnya peran sistem pemerintahan yang baik dalam mendukung upaya pembentukan Kota Berkelanjutan.

“Akan sulit untuk membangun kota yang mencakup segala aspek berkelanjutan tanpa dukungan dana, baik dari pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah. Salah satu pemanfaatannya adalah untuk transportasi publik yang terintegrasi, seperti Mass Rapid Transit (MRT) ataupun kereta cepat. Peran pemerintahan pun sangat krusial dalam menentukan kebijakan untuk memastikan adanya ekosistem dan biodiversitas yang menggerakkan tata letak Kota Berkelanjutan, termasuk kualitas udara, manajemen sumber air dan pengolahan sampah,” imbuhnya.

ICoSI UMY yang mengedepankan kajian ilmiah berbasis data akurat dapat menjadi wadah bagi para peserta yang terdiri dari dosen dan akademisi, untuk merumuskan dan mengkaji sejauh mana Indonesia dapat mengadopsi sistem pembangunan Kota Berkelanjutan di beberapa wilayah strategis. Sebagai tolok ukur, Abu menyebutkan bahwa terdapat empat tahap untuk mengukur kematangan sebuah kota dalam bertransformasi menjadi Kota Berkelanjutan.

Tahapan tersebut ditekankan oleh Abu sebagai pondasi untuk mengembangkan strategi prioritas berdasarkan seluruh aspek yang berpengaruh. Dimulai dari tahap kemunculan, tahap konsolidasi, tahap lanjutan hingga mencapai predikat keberlanjutan. Keempatnya memiliki kriteria yang dapat digunakan untuk melihat posisi dari perjalanan sebuah kota yang awalnya tidak memiliki visi SDGs dan ingin menerapkan konsep keberlanjutan dengan visi jangka panjang, strategi yang terintegrasi dan implementasi kebijakan SDGs yang berkesinambungan. (ID)