Perokok setiap tahunnya selalu meningkat di Indonesia, terutama di kalangan remaja. Menurut survey Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 89,3 persen remaja Indonesia merokok karena melihat iklan. Baik itu di billboard, media cetak, elektronik ataupun televisi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, dalam acara The International NGO Summit On The Prevention Of Drugs, Tobacco And Alcohol Abuse. Acara tersebut berlangsung di Gedung AR. Fachruddin B UMY, Selasa (4/2).
Prof. Tjandra menerangkan, jumlah perokok yang berpendidikan tinggi sekitar 21,5 persen, 23,3 persen berpendidikan rendah. 32,3 persen perokok tergolong miskin dan 24,3 persen perokok yang tergolong kaya. “Dapat dilihat, perokok itu adalah orang yang tidak berpendidikan tinggi dan tidak kaya. Melalui media dan publikasi, orang yang tidak berpendidikan akan mudah terpegaruh untuk merokok. Oleh sebab itulah media sangat berperan untuk pencerdasan anak bangsa,” terangnya.
Perwakilan World Health Organization (WHO) untuk Indonesia Dr. Kancit Limpakarnjanarat mengatakan hal yang sama. Menurutnya, media massa dan lembaga pendidikan turut berperan dalam menanggulangi masalah narkoba, rokok dan alkohol. “Dengan adanya peran dari seluruh elemen masyarakat dunia, terutama media dan lembaga pendidikan. Masalah kesehatan, terutama masalah penyalahgunaan narkoba, rokok dan alcohol akan mudah diatasi,” ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan H.E. Tun Dr. Mahathir Mohamad, Mantan Perdana Menteri Malaysia, selaku keynote speech dalam acara ini, menurutnya iklan tentang rokok itulah yang membuat jumlah perokok semakin meningkat. Iklan tentang rokok sekalipun ada kata-kata yang menyatakan bahwa merokok berbahaya, tetap tidak berkesan. “Kalau hanya dengan pesan di iklan saja, itu tidak cukup dan tidak berkesan. Tapi kalau ada aturan tentang kawasan bebas asap rokok itu bisa sedikit berkesan bagi orang. Karena rata-rata mereka bisa menghormatinya itu dan tidak menghisap rokok,” ujarnya.
Namun, Mahathir yang juga menjabat sebagai ketua Persatuan Mencegah Dadah (red. Drugs) Malaysia (PEMADAM) juga mengakui bahwa dari kalangan remaja masih banyak yang mengabaikan hal itu, baik dari pesan tentang rokok berbahaya atau pun kawasan bebas rokok itu. Karena itu menurutnya, pemahaman para remaja mengenai bahaya rokok itu harus lebih ditingkatkan. “Saya percaya, kalau kita sudah bisa memperkuat pemahaman remaja tentang bahaya rokok ini, kita bisa meminimalkan jumlah perokok,” tuturnya.
Sementara itu, untuk menanggulangi masalah narkoba Mahathir menyarankan untuk lebih meningkatkan lagi penanaman nilai-nilai ajaran agama pada para remaja. Nilai-nilai agama yang dimaksudkan tersebut adalah pengawalan diri untuk menolak segala hal yang tidak baik. “Selain itu, negara juga perlu memberikan undang-undang yang jelas pada mereka yang mengedar. Perlu juga menentukan aktivitas-aktivitas yang sehat. Kemudian, masyarakat juga diajak untuk bekerjasama dengan pemerintah, agar mereka juga bisa memberikan laporan pada pemerintah. Dengan begitu, pelanggaran terhadap penyalahgunaan narkoba ini bisa diatasi bersama, oleh masyarakat dan pemerintah,” pungkasnya.
(syah)