Indonesia harus tetap konsisten menjalankan hukuman mati yang telah dijatuhkan pada dua tersangka pengedar narkoba kelas kakap, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, warga negara Australia. Walaupun berbagai protes dan ancaman dilancarkan negeri Kanguru ini pada Indonesia yang tidak menyetujui adanya hukuman mati tersebut. Akan tetapi, Indonesia merupakan negara hukum dan berdaulat, karena itu sudah sepantasnya Australia menghormati kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.
Demikian disampaikan pakar hubungan internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ali Muhammad, S.IP., MA., Ph.D, saat ditemui pada Selasa (17/2), di ruang dekanat Fakultas Ilmu Sosial Politik (FISIPOL) kampus terpadu UMY. Menurutnya, pemerintah Indonesia tidak perlu risau dengan adanya ancaman dari Australia. Sebab dalam kasus ini pemerintah Indonesia murni menghadapi kasus tindak kriminal.
“Masalah narkoba di Indonesia ini sudah sangat serius. Jutaan orang bisa meninggal karena narkoba. Kalau kita lihat dari survei United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC), saat ini sudah ada 3 hingga 4 juta orang meninggal di Indonesia karena narkoba. Karena itu kenapa sekarang di Indonesia dikatakan sebagai negara darurat narkoba,” ujarnya.
Ali juga mengatakan jika kejahatan narkoba itu jauh lebih berbahaya dari kejahatan teroris. Sebab akibat yang dirasakan karena teroris akan terasa hanya dalam satu waktu saja, sementara akibat dari kejatahan narkoba bisa menghilangkan satu generasi. “Kalau teroris mungkin hanya bisa membunuh paling banyak ratusan orang. Tapi kalau narkoba bisa mencapai jumlah jutaan orang. Kita lihat saja bagaimana akibat narkoba ini menghancurkan satu generasi, dari mulai merusak otak, kepribadian, menghancurkan masa depan, hingga membunuh pengguna atau orang lain,” paparnya.
Itulah mengapa, lanjut dekan FISIPOL UMY ini lagi, kasus hukuman mati terhadap pengedar atau gembong narkoba ini termasuk dalam tindak pidana kriminal. Karena ia bukan lagi menghilangkan satu nyawa manusia, tapi hingga jutaan manusia. “Indonesia tidak perlu khawatir dengan ancaman Australia, seperti akan memboikot pariwisata Indonesia. Sebab hal ini menurut saya sangat berbeda. Warga Australia yang tidak terlibat pun saya yakin tidak akan mengalami hal sama seperti dua warga negara itu, karena ini murni masalah kriminal.”
Ali pun menyinggung para aktivis pendukung Hak Asasi Manusia (HAM) yang juga tidak menyetujui adanya hukuman mati terhadap pengedar narkoba. Sebab menurut mereka hidup matinya seseorang bukan orang lain yang menentukan. Akan tetapi, menurut Ali, para aktivis HAM itu juga perlu melihat dampak buruk yang diakibatkan oleh para pengedar tersebut. “Jangan hanya melihat hak hidup tersangka pengedar, tapi lihat juga hak hidup korban yang telah terbunuh karena narkoba hingga jutaan orang. Berapa banyak hak hidup korban yang telah diambil oleh pengedar itu, sementara dirinya sendiri (pengedar) sehat dan tidak menggunakan narkoba. Pengedar itu pembunuh berdarah dingin yang hanya peduli dengan uang. Dan inilah yang tidak pernah dipikirkan oleh mereka. Jadi kalau tersangka pengedar narkoba itu dihukum mati, ya wajar. Karena dia sebenarnya juga pelanggar HAM,” tegasnya.
Dosen Hubungan Internasional UMY ini pun optimis, jika pemerintah Indonesia akan tetap menjalankan keputusan hukuman mati tersebut. Di sisi lain, ia juga optimis bahwa hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Australia masih akan tetap berjalan dengan baik. “Apa yang sudah diputuskan oleh pemerintah Indonesia ini adalah penegakan hukum murni. Jadi, negara lain maupun PBB sekalipun harus menghormati penegakan hukum di negeri ini. Hukuman mati pada pengedar ini juga harus tetap dilanjutkan ke depannya, sebagai efek jera bagi mereka. Kalau Indonesia bisa tegas dalam masalah ini, saya percaya Indonesia akan ditakuti oleh para pengedar narkoba,” pungkasnya.