Dalam bernegara suatu negara tidak bertahan sendiri, terutama pada era revolusi Industri 4.0 yang menyebabkan dunia terasa sempit. Akibat dari hal tersebut dunia internasional berubah secara politik, ekonomi, sosial dan tentu dalam teknologi digital. Oleh karenanya hubungan internasional suatu negara menjadi hal yang penting, agar dapat bertahan dan memperoleh kesejahteraan. Begitu pula dengan Indonesia, yang juga dirasa masih perlu memperkuat hubungan internasionalnya, salah satunya melalui sektor penelitian dan pendidikan.
Hal tersebut disampaikan Purwanto Subroto Ph.D Kasubdit Kerjasama Perguruan Tinggi Direktorat Pembinaan Kelembagaan Perguruan Tinggi DITJEN Kelembagaan IPTEK DIKTI, dalam acara Workshop International Curriculums, International Accreditation & Launching Double Degree Programs, Magister Ilmu Pemerintahan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Kegiatan tersebut diselenggarakan di Gedung KH Ibrahim E6 lantai 5 Kampus Terpadu UMY, pada Jum’at (5/4). I
“Dunia menjadi semakin dekat dengan kemajuan teknologi, seakan negara-negara seperti komunitas yang hidup berdekatan. Maka dari itu hubungan internasional memiliki peran penting untuk bisa menghadapi tantangan global. Negara-negara bekerjasama dalam suatu perjanjian hubungan internasional untuk menghadapinya. Pendidikan memiliki kekuatan yang besar untuk memperkuat hubungan internasional Indonesia contohnya dengan melakukan kerjasama antar universitas seperti, student exchange, summer school, international seminar, beasiswa internasional, joint degree, double degree dan lainya. Ini juga merupakan aspek penting dalam meningkatkan reputasi Indonesia di mata dunia,” jelas Purwanto.
Namun masih dikatakan oleh Purwanto, hal tersebut juga masih menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia. Pasalnya berdasarkan data Ristekdikti saat ini publikasi internasional yang diproduksi oleh universitas di indonesia sejak tahun 2000-2018 mencapai 20.610 publikasi. Ada 8.138 kolaborasi internasional dengan 3,686 kolaborasi yang aktif hingga sekarang sejak tahun 2010-2018. Kemudian 21.769 mahasiswa internasional dari tahun 2016-2018 serta 208 staf internasional dari tahun 2017-2018 dan pada tahun 2018 baru ada 3 universitas di Indonesia yang berada di top 500 universty berdasarkan QS WCR 2018. “Hal tersebut memang suatu prestasi dan pencapaian bagi negara kita, namun Indonesia masih perlu meningkatkan hal tersebut agar lebih diingat di dunia internasional,” ungkapnya.
Oleh karena itu Purwanto berharap besar kepada universitas di Indonesia untuk gencar dalam mempererat kerjasama internasional. Atas hal tersebut Purwanto mengapresiasi Universitas Muhammadiyah Yogyakata (UMY) yang baru saja me-launching program Double Degree Magister Ilmu Pemerintahan (MIP) pada (5/4) di gedung KH Ibrahim UMY. “Selamat kepada UMY, semoga program ini dapat memberikan pengalaman internasional dan menambah atmosfer internasional di Indonesia. Sekaligus memperkuat hubungan Indonesia dalam dunia internasional,” terangnya.
Menanggapi hal tersebut Prof. Dr. Achmad Nurmandi, M.sc Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Internasional UMY, mengatakan bahwa sebagai universitas muda dan mendunia, UMY akan terus meningkatkan kualitas mahasiswa maupun pengajarnya untuk ikut berkontribusi bagi Indonesia dalam dunia internasional. “Kami akan terus membuktikan UMY sebagai kampus muda dan mendunia itu adalah fakta. Dengan selalu meningkatkan program internasionalnya untuk menjadi yang terbaik,” jelasnya.
Program MIP Double Degree UMY ini akan memberikan pengalaman internasional bagi mahasiswa dengan kurikulum yang akan menempatkan mahasiswa di luar negeri selama 1 tahun yaitu semester 2 dan semester 3. MIP Double Degree UMY telah terakreditasi oleh Ristekdikti dan didukung oleh Asia Pasifik Society for Public Affair (APSPA) juga bekerjasama dengan Academics Thammasat University Thailand , Universitas Utara Malaysia, Universitas Putra Malaysia, Asia University Taiwan, Khon Kaen Unversity Thailand, dan lainya. (Pras)