Hingga saat ini ilmu pengetahuan diyakini tidak netral dan tergantung kepada bagaimana dia diciptakan. Prof.Dr Hamidullah Marazi Head of Department of Religious Studies, Central University of Kashmir, India memaparkan bahwa agama merupakan akar dari ilmu pengetahuan. “Ini menjadi jawaban kenapa umat Islam saat ini tidak maju, karena terjadi korupsi keilmuan. Dimana tidak adanya islamisasi ilmu dalam internal umat Islam sendiri,” tuturnya dalam kegiatan Public Lecture “Integration of Knowledge, Islamic Education Reform/Tajdid and the Need of the New Textbbok Writing in Universities” Senin (26/2) di Gedung Kasman Singodimedjo Pascasarjana UMY.
Berdasarkan hal tersebut maka Dr. Hamidullah memaparkan perlunya langkah-langkah untuk melaksanakan Islamisasi ilmu pengetahuan. Terdapat tiga langkah yang perlu untuk dilakukan. Yang pertama adalah penguasaan bahasa, khususnya bahasa Arab yang telah dipilih sebagai bahasa untuk Al-Quran. Yang kedua dengan cara pengembangan filsafat ilmu Islam. Selain itu, perlu juga ditumbuhkan rasa ingin mengerti dan mendalami ilmu pengetahuan melalui Al-Quran. “Dengan mengkaji pemahaman lebih dalam mengenai Al-Quran. Salah satunya dengan mengkaji lebih dalam tentang istilah tafakkur dan tadabbur di dalam Al-Quran,” jelasnya. Yang terakhir yang dianggap cukup penting adalah dengan memurnikan kembali tasawuf. Menurut Dr. Hamidullah dalam aspek tasawuf masih terdapat poin-poin yang berasal dari luar Islam.
Senada dengan hal tersebut, Dimas Bagus Wiranata K.,SE.,M.Sc Direktur Program International Program for Islamic Economic and Finance (IPIEF) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengatakan bahwa saat ini ilmu pengetahuan terbagi menjadi dua. Yakni yang dikenal dengan ilmu pengetahuan konvensional yang berasal dari Barat dan ilmu pengetahuan yang berasal dari Timur. “Saat ini ilmu pengetahuan yang sering diajarkan hanya mengedepankan Barat, sehingga terjadi ketimpangan diantara dua ilmu pengetahuan tersebut,”tuturnya.
Dimas juga menambahkan gagasan Integration of knowledge merupakan solusi untuk mengatasi ketimpangan ilmu pengetahuan. Bentuk pengaplikasiannya keilmuan yang diajarkan tidak hanya permasalahan dunia namun juga agama. “Sehingga terbentuk keilmuan yang bisa membuat sosok manusia yang lebih bijak dalam kehidupan,” jelasnya.
Dimas juga menyampaikan bahwa kegiatan Public Lecture tersebut sebagai langkah awal untuk menjalin kerjasama di tiga bidang antar UMY dengan International Institut of Islamic Thought (IIIT) Indonesia. Tiga bidang tersebut diantaranya adalah Staff Mobility Program, Student Exchange, dan Penulisan buku ajar yang sesuai dengan keilmuan kontemporer.
Kegiatan serupa juga akan diselenggarakan pada 13-14 Maret 2018 “Workshop Nasional Kurikulum Makro Islam”, 2-10 Juli 2018 Summer School bertema “International Islamic Youth Refers” dan International Cenference pada 11-12 Juli 2018.
“Dengan ini saya berharap mampu meningkatkan jaringan UMY dengan kampus-kampus yang bernuansa islami. Sehingga dapat mengokohkan UMY sebagai kampus yang unggul dalam pengembangan teknologi berlandaskan nilai-nilai Islam, selain itu juga saya harap terjadinya percepatan islamisasi pengetahuan,” ungkapnya. (zaki)