Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian (FP) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) kembali mengadakan International Tropical Farming Summer School (ITFSS) secara hybrid yang berlangsung mulai tanggal 22 hingga 28 Agustus 2023. Program ini merupakan penyelanggaraan yang ke-8 kalinya sejak diadakan pertama kali di tahun 2015 silam.
dengan mengusung “Tropical Farming System in Tropical Region”, tahun ini peserta ITFSS terdiri dari 45 orang yang berasal dari 13 negara berbeda, antara lain Malaysia, India, Nepal, Bangladesh, Maroko, Spanyol, Jepang, Meksiko, Panama, Jerman, Hongaria, Nigeria dan Indonesia.
Ir. Indira Prabasari, M.P., Ph.D., Dekan Fakultas Pertanian UMY saat dihubungi pada Rabu (23/8) menyoroti kebaragaman yang datang dari ke 45 peserta. Ia mengatakan bahwa keragaman budaya, pengetahuan dan pandangan dari para peserta merupakan inti dari ITFSS ini.
“Melalui acara ini, kita melampaui batas geografis untuk bersatu dalam upaya mencari inovasi, solusi, praktik berkelanjutan, dan wawasan transformasi dalam pertanian tropis,” ungkapnya.
Sementara itu, di waktu terpisah Idham Badruzzaman, Ph.D., Head Of International Relation Office (IRO) UMY dalam sambutannya pada acara pembukaan ITFSS di ruang kelas FP UMY, Selasa (22/8) menggarisbawahi pentingnya pertanian tropis dalam konteks perekonomian global dan keberlanjutan lingkungan. Menurutnya, Pertanian tropis adalah kenyataan yang dapat kita lihat, karena pertanian tropis ditentukan oleh kondisi iklim yang unik dan keragaman geografisnya.
“Kunci utamanya adalah menghasilkan produk-produk pertanian yang bisa menjaga komunitas dan meningkatkan perekonomian. Sistem budidaya pertanian di wilayah tropis berbeda secara signifikan dari wilayah-wilayah beriklim sedang dan subtropis, yang mencerminkan permainan alam, ekonomi, dan dinamika sosial yang rumit,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Idam juga berbicara tentang kompleksitas dalam sistem pertanian tropis dan perlunya pendekatan yang berfokus pada aspek geografis dan ekonomi yang unik. “Untuk cara, bagaimana pola tanam dan praktik pertanian disesuaikan dengan kondisi lokal dan aspirasi petani. Hal itu telah menghasilkan mozaik organisasi pertanian yang berbeda, yang merupakan bukti dari keragaman luar biasa yang dihasilkan oleh manusia,” tandasnya.
Acara ini tidak hanya menjadi platform bagi pertukaran pengetahuan ilmiah, tetapi juga peluang untuk menjalin persahabatan lintas budaya. “Dengan ITFSS ini, kita bisa bersama menyelami inti dari masalah pertanian yang ada, dan menjelajahi kerumitan dan potensi yang dimiliki lanskap yang sangat beragam ini,” pungkas Idham. (Mut)