Berita

Jelang Pemilu Kada 2010, MM Kine Klub UMY gelar nonton bareng Film “Ayam Mati di Lumbung Padi”

Film independen atau lebih populer dengan sebutan film indie, kini semakin menemukan ruangnya. Di Yogyakarta, perkembangan film-film indie begitu pesat. Komunitas-komunitas film indie semakin banyak hadir di kampus, di sekolah, maupun di tengah-tengah masyarakat, seakan menjadi bukti bahwa film indie kian diminati. Film sendiri pada hakekatnya tidak hanya sekadar menjadi sebuah tontonan, namun merupakan sebuah sarana untuk menyampaikan pesan kepada khalayak.

Film independen atau lebih populer dengan sebutan film indie, kini semakin menemukan ruangnya. Di Yogyakarta, perkembangan film-film indie begitu pesat. Komunitas-komunitas film indie semakin banyak hadir di kampus, di sekolah, maupun di tengah-tengah masyarakat, seakan menjadi bukti bahwa film indie kian diminati. Film sendiri pada hakekatnya tidak hanya sekadar menjadi sebuah tontonan, namun merupakan sebuah sarana untuk menyampaikan pesan kepada khalayak.

Ruang apresiasi pun kian merebak dengan hadirnya ruang-ruang mainstream seperti bioskop dan side stream seperti taman budaya atau ruang-ruang yang ada di kampus, sekolah, dan tempat-tempat publik lainnya.

Sebagai bentuk apresiasi, dan sebagai ruang diskusi untuk memahami dan memaknai pesan yang disampaikan dalam film tersebut, Muhammadiyah Multimedia Kine Klub Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (MM Kine Klub UMY) akan menggelar screening film atau nonton bareng film peraih penghargaan kategori film dokumenter panjang terbaik pada Festival Film Indonesia (FFI) 2009 lalu, Ayam Mati di Lumbung Padi, di pendopo Kampus Terpadu UMY, Senin (26/04) jam 19.30 WIB.

Film Ayam Mati di Lumbung Padi merupakan film dokumenter hasil kolaborasi Darwin Nugraha (director, editor, dan co-producer) bersama Elva Laily (field director dan researcher), dan Amir Pohan (executive producer dan co-director), di bawah bendera buttonijo pictures. Agenda ini merupakan rangkaian dari roadshow pemutaran dan diskusi film Ayam Mati di Lumbung Padi di enam kota di Indonesia. Dalam screening kali ini, tidak hanya Ayam Mati di Lumbung Padi, MM Kine Klub UMY juga memutarkan film berjudul Cinta Sama Dengan Cindolo Natape produksi Rumah Media Makassar.

Ilham Purna Putra, ketua penyelenggara mengatakan, ajang screening dan apresiasi film ini memang diadakan untuk memberikan ruang sekaligus sebagai bentuk apresiasi bagi para penggiat dan penikmat film indie. Terlebih, lanjut Ilham, sang director Darwin dan field director Elva Laily merupakan alumni dari MM Kine Klub UMY.

Sebuah film ketika telah selesai diproduksi dan diluncurkan kepada penonton, maka ukuran keberhasilan penyampaian pesan tersebut adalah pada tanggapan yang muncul dari penonton. “Film itu, kalau sudah dilempar pada khalayak, maka akan bisa dinilai, apakah film tersebut sukses menyampaikan pesannya atau tidak. Feedback dari penonton yang nantinya menjadi tolak ukur,” tutur Ilham.

Ayam Mati di Lumbung Padi adalah sebuah dokumenter yang bercerita tentang ironi kondisi kehidupan masyarakat kecil yang semakin tertindas di negeri yang kaya raya ini. Padahal, sangat jelas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD ‘45) sebagai landasan berjalannya Republik ini, bahwa kekayaan alam dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Namun kenyataannya, kekayaan alam Indonesia yang begitu potensial ini, hanya dimanfaatkan oleh segelintir orang saja, yakni mereka yang kaya atau mereka yang berkuasa.

Jelang momen Pemilukada 2010 yang sedang berlangsung dan akan datang, berbagai sindiran yang dimunculkan dalam adegan demi adegan di film ini cukup menggelitik. Bagaimana selama ini masyarakat miskin selalu menjadi objek kampanye saat masa pemilihan kepala daerah, namun ketika sudah terpilih, mereka dilupakan begitu saja.

“Cerita yang diangkat dalam film ini sungguh ironis. Di negeri yang begitu kaya raya, ternyata masih banyak orang-orang miskin yang kesulitan untuk mendapatkan akses kesehatan, pendidikan, dan kelayakan hidup. Pesannya begitu kental,” imbuh Ilham.