Era distrubtif seperti saat ini menjadi salah satu tantangan bagi mahasiswa di Indonesia. Salah satu fenomena yang muncul pada tatanan masyarakat di Indonesia, adalah jurnalisme warga atau yang kerap disebut citizen journalism. Pasalnya, saat ini setiap individu dapat melaporkan setiap kejadian yang ditemui. Jurnalisme warga mempunyai peran aktif dalam proses pengumpulan, analisis, pelaporan, bahkan menyebarkan berita serta informasi. Kamis (14/03) Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) berkesempatan menyelenggarakan seminar lokal bertemakan “Jurnalisme Warga” bagi mahasiswa/mahasiswi UMY bertempat di Gedung KH. Ibrahim E6 lantai 5 dengan menghadirkan narasumber dari Redaktur Mojok.co dan dua dosen Ilmu Komunikasi UMY.
Kepala Program Studi Ilmu Komunikasi, Haryadi Arief Nur Rasyid, SIP, MSc, dalam sambutannya menjelaskan tujuan dari diselenggarakannya seminar lokal tersebut. “Pada saat ini kita tahu, bahwa media yang ada bagai pisau bermata dua. Maka dari itu, salah satu cara menghadapinya adalah dengan mengadakan seminar lokal seperti ini. Kita akan mengupas tuntas bagaimana semestinya jurnalisme warga kita jalankan. Dengan harapan kita dapat terhindar dari disinformasi yang selama ini banyak memperkeruh sirkulasi informasi di masyarakat,” jelas Haryadi.
Dipandu oleh moderator dari dosen Ilmu Komunikasi UMY, Firly Annisa, S.IP., M.A acara seminar diawali dengan penyampaian materi dari Dr. Fajar Junaedi S.Sos., M.Si yang memaparkan terkait jurnalisme warga, definisi, tantangan dan peluang. “Setiap dari kita adalah reporter, setiap dari kita dapat memberitakan apa saja kejadian yang sedang terjadi saat ini kepada banyak orang melalui media yang kita miliki. Media dapat dengan mudah kita konsumsi, dan mengkonsumsi media saat ini bersifat individualis. Jurnalisme warga muncul, namun hanya dapat dikonsumsi oleh segelintir orang saja, dan itu yang menyebabkan salah satu faktor tantangan bagi jurnalisme warga,” papar salah satu dosen UMY yang giat menulis buku tersebut.
Fajar menambahkan bahwa ada hal yang berbeda dari kemunculan jurnalisme warga. “Tapi, ada hal yang paling berharga dari kemunculan jurnalisme warga. Yakni kesempatan baru untuk mengekspresikan pandangan-pandangan alternatif di suatu negara, di mana media dikontrol oleh negara atau di kontrol oleh pemodal,” imbuhnya.
Sementara Dr. Filosa Gita Sukmono menyampaikan riset terkait Muhammadiyah dan jurnalisme warga di era digital. “Bagaimana Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi Islam yang berkemajuan tidak bisa terlepas dari integrasi teknologi pada dakwah yang dilakukan. Ketika pers cetak mulai masuk ke Indonesia di masa kolonial, Muhammadiyah dengan segera mengiklusikannya dalam dakwahnya melalui penerbitan Suara Muhammadiyah. Majalah yang sampai sekarang masih terbit bahkan telah melampaui usia satu abad,” jelas Filosa.
Dalam materinya, Filosa menjelaskan bahwa ada salah satu media digital Muhammadiyah yang telah mengembangkan jurnalisme warga pada saat ini. “Media pwmu.co salah satunya yang mengembangkan jurnalisme warga pada saat ini adalah mengembangkan jurnalisme warga secara kolektif dan terorganisir. Bahkan yang membuat menarik, jurnalis yang ada di pwmu.co terdiri dari para sukarelawan. Selain itu, pwmu.co adalah salah satu media digital Muhammadiyah yang konsisten dalam upgrading konten,” terangnya.
Lain halnya dengan yang disampaikan oleh dua dosen Ilmu Komunikasi UMY tersebut, Yamadipati Seno sebagai redaktur platform media digital Mojok.co menjelaskan tentang bagaimana jurnalisme warga dapat menjadi sebuah tren baru. Bagaimana masyarakat melaporkan berita serta informasi di masa mendatang. “Intinya semua orang itu bisa berbicara yang menghadirkan fakta, sebagai sebuah peristiwa dari sudut pandang yang berbeda. Tentunya peristiwa yang dimaksud adalah peristiwa yang memiliki nilai berita. Tidak semua peristiwa mengandung nilai berita, itulah kenapa kita sebagai masyarakat harus dengan jeli menerima berita-berita apa saja yang ada. Jangan hanya karena beritanya begini, kita percaya. Harus dengan cermat dalam menyikapinya. Tentu apabila tidak mengandung nilai berita, maka hal-hal seperti itu akan ditinggalkan oleh media arus utama. Kalau di Mojok.co sendiri mengambil curuk yang berbeda, menampilkan hal-hal yang remeh, tapi menarik bagi pembaca. Tantangannya banyak, penulis dituntut untuk tidak menyebarkan berita bohong. Itulah mengapa, berita dan informasi di masa mendatang sangatlah penting bagi jurnalisme warga,” papar Seno.
Dalam kesempatannya, Seno juga menegaskan tentang etika dan tantangan bagi mahasiswa tentang jurnalisme warga. “Selain tidak menyebarkan berita bohong, sebagai citizen journalism mahasiswa juga diminta untuk tidak mencemarkan nama baik, tidak memicu konflik yang mengandung unsur SARA, tidak memuat konten pornografi, dan yang terpenting tidak copyright alias harus menyebut sumber berita yang dicantumkan dengan jelas,” tutupnya. (CDL)