Reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu II menjadi agenda yang akhirnya dilaksanakan SBY setelah berbagai pemberitaan sebelumnya. Pelantikan para punggawa baru dilakukan Rabu (19/10) lalu di Istana Negara, Jakarta. Namun, besarnya pengaruh koalisi dalam proses penggantian anggota kabinet tersebut dinilai akan menghasilkan kabinet yang rawan konflik. Terlebih adanya penambahan Wakil Menteri dengan jumlah besar yang menciptakan kabinet tambun.
Demikian diungkapkan Tunjung Sulaksono, SIP. MA., Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (IP UMY) saat diwawancara di Laboratorium Ilmu Pemerintahan, Kampus Terpadu UMY, Kamis (20/10).
Dalam peromabkannya, SBY menggusur 8 menteri sekaligus dan menggeser 4 menteri ke jabatan menteri lainnya. SBY juga mengangkat 13 Wakil Menteri di berbagai Kementrian sehingga jumlah Wakil Menteri di Kabinet menjadi 20 orang.
Tunjung menyoroti jumlah penambahan 13 wakil menteri yang cenderung membuat kabinet rawan konflik internal. SBY bahkan menempatkan wakil menteri lebih dari satu di dalam satu kementerian. Dalam Kementrian Keuangan misalnya, SBY menggeser Mahendra Siregar dari pos lama di Kementrian Perdagangan. Padahal, sebelumnya SBY telah mengangkat Fasli Djalal. “Adanya wakil menteri yang diharap memaksimalkan kinerja saja dalam proses pengambilan keputusan memiliki resiko konflik, apalagi jika jumlah wakil menterinya lebih dari satu”, jelasnya.
Tunjung selanjutnya melihat kecendrungan kabinet tambun akan mengakibatkan birokratisasi yang berbelit, sehingga dinilai akan jauh dari tujuan efektifitas kabinet dan akan cenderung kesulitan untuk beradaptasi pada lingkunagn yang baru. “Sudah banyak teori yang menjelaskan bagaimana sebuah organisasi tambun akan sulit saat dihadapkan pada perubahan”, jelasnya.
Lebih lanjut Tunjung menilai tidak adanya efektifitas dalam pembentukan Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Menurutnya, hasil evaluasi kinerja setiap kementrian yang dihasilkan UKP4 relatif tidak dipergunakan SBY dalam melakukan reshuffle. “UKP4 terlihat bukan sungguhan karena produksinya tidak tidak dipakai sebagai indikator objekif”.
Dari semua fenomena ini, Tunjung menyimpulkan bahwa permasalahan yang muncul pada upaya perbaikan kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II ini adalah pada tekanan koalisi partai pendukung SBY yang sangat besar. Besarnya tekanan tersebut menurut Tunjung membuat SBY memilih jalan aman mengangkat wakil menteri dari kalangan profesional untuk menunjang kinerja pos-pos menteri yang ditempati orang-orang parpol. “Kalaupun harus ganti menteri, orang-orang parpol akan digeser ke pos-pos baru”, jelasnya.
Reshuffle kabinet ini dinilai Tunjung pada akhirnya hanya sebatas agenda politik pencitraan SBY yang berupaya terlihat serius dalam melakukan peningkatan kinerja kabinetnya. Gembar-gembor pra-reshuffle yang terkesan dramatis memperlihatkan hal tersebut. Namun, Tunjung berharap pergantian para pimpinan ini tetap akan memberikan perubahan. “Terlepas dari itu semua, mari kita lihat 4-5 bulan ke dapan efektitas perombakan ini. Dahlan Iskan salah satu pilihan yang paling berpotensi memberi peningkatan. Lihat kinerjanya saat merubah PLN menjadi lebih bagus”, tandasnya.