Dewasa ini pemikiran politik kembali mendapat tempat yang semakin menonjol dalam ilmu politik di dunia, menggantikan kajian-kajian yang sebelumnya kerap menggunakan pendekatan perilaku (behavioral). Hal ini terlihat dari posisi negara yang cukup sentral dalam sejumlah pembahasan ilmu politik. Dalam Islam, Mohammed Arkoun dinilai menjadi pemikir yang berpotensi membangkitkan kembali kekayaan pemikiran politik dalam perspektif Islam.
Kajian ini yang mengantarkan Mohammad Azhar, Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FAI UMY) memperoleh gelar Doktor Ilmu Agama Islam. Gelar tersebut diperolehnya pada program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga setelah melewati Ujian Disertasi Sabtu (21/7) di Kampus UIN, Yogyakarta.
Disertasinya berjudul “Studi Tentang Etika Politik Mohammed Arkoun” dipromotori Prof. Dr. Amin Abdullah dan Prof. Dr. Djoko Suryo. Sementara Ketua Sidang Prof Dr. Musa Asy’ari didampingi sekretaris Prof Dr. M. Nizar Ali, MA dan para anggota penguji yaitu Prof. Dr. Syamsul Anwar, MA., Dr. Haryatmoko, Dr. Moch Nur. Ichwan, MA., dan Prof. Dr. Machasin, MA.
Dalam disertasinya, Azhar menjelaskan bahwa dibanding pemikir lain, Arkoun memiliki kemampuan intelektual yang mengawinkan keaslian Islam dengan wawasan ilmu sosial kontemporer. Hal ini terlihat dari munculnya paradigma Islamologi Terapan hasil renungan akademisnya. “Ia memiliki pengalaman hidup di dua tradisi, Ajazair dan Prancis. Sehingga juga dapat menyambungkan kedua tradisi Islam yang justru dipertentangkan oleh sejumlah pemikir lain”.
Secara jangka panjang, pemikiran posmodernis Arkoun dinilai Azhar berdampak positif pada umat Muslim yang menjadi lebih kritis, rasional, demokratis. Dalam Islamologi Terapan, Arkoun melihat bahwa Islam bukanlah benda mati melainkan sangat dipengaruhi konteks sejarah, sosiologis dan sejenisnya. “Menurutnya Studi Islam sudah seharusnya tidak hanya fokus pada substansi teks, namun harus melihat pada realitas historis” katanya.
Azhar juga mencontohkan pemikiran Arkoun tentang sekularisasi. Arkoun melihat sekularisasi bukan sebagai pemisahan agama dan negara. Ia lebih menitikberatkan pada upaya penduniawian nilai-nilai Islam yang terkait ruang dan waktu. “Hal lain yang juga penting menurut Arkoun adalah pemenuhan kebutuhan masyarakat yang saling berbeda setiap zaman” terang Azhar.
Dari penelitiannya tentang Etika Politik Mohammed Arkoun inilah, Azhar menyebut kekayaan nalar etika politik Islam klasik perlu ditelaah ulang secara kritis agar sejalan dengan kondisi saat ini. Apalagi model nalar etika politik Arkoun dan sejumlah pemikir ini relevan dengan etika politik di Indonesia. “Etika politik di Idnonesia yang pluralistik akan sejalan dengan model ini, meskipun kajian etika politik Arkoun masih sebatas etika individual” pungkasnya.