Hukum Internasional sangat penting untuk dipelajari karena kajian ini memang melingkupi semua kebutuhan hidup masyarakat dunia. Selama ini, sebagian masyarakat berpendapat jika hukum internasional hanya dikaitkan dengan perang saja, padahal kajian ini sangat luas, misalnya mencakup perlindungan lingkungan, kesehatan warga dunia, pencegahan penyakit, dan masih banyak lagi.
Hal tersebut disampaikan Dosen Fakultas Hukum – Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FH-UMY), Yordan Gunawan berhasil meraih beasiswa untuk menjadi peserta dan mengikuti Summer Program on International Affairs and Multilateral Governance di Jenewa, Swiss.
Dalam pelatihan selama tiga minggu di Swis, Yordan akan mengambil tiga mata kuliah yang merupakan bagian dari dari Hukum Internasional, meliputi Global Public Goods: International Health and Environmental Law, Security, Human Rights and Humanitarian Law, serta Global Migration, Cooperation and Development. Acara tahunan tersebut diselenggarakan oleh L’Institut de hautes etudes internationals et du development, Geneva Institute, Jenewa, Swiss.
Minimnya jumlah ahli hukum internasional yang dimiliki Indonesia, dinilai Yordan, juga telah menjadikan kepentingan nasional kerap dirugikan oleh pemikiran barat yang terlalu Eropa sentris.”Permasalahan internasional dan hukum internasional perlu ditinjau dari perspektif Indonesia mengingat kurangnya pemahaman dan ahli hukum internasional telah menyebabkan Indonesia menjadi korban penggunaan hukum internasional oleh negara maju,” imbuhnya.
Saat inipun, Indonesia kekurangan ahli hukum Internasional disegala bidang seperti perdagangan, kelautan dan Hak Azasi Manusia. Untuk menjaga keutuhan Indonesia sebagai negara kepulauan, ujarnya, diperlukan ahli-ahli hukum internasional bidang kelautan. Selain itu dalam era perdagangan bebas sekarang ini, diperlukan banyak ahli hukum perdagangan internasional.
“Di era globalisasi ini, masyarakat perlu memahami pentingnya hukum internasional. Selama ini, hukum internasional tidak berpihak kepada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk itu, pemahaman yang menyangkut masalah internasional dan hukum internasional perlu disebarkan kepada semua masyarakat dengan bahasa yang sedehana sehingga semua elemen masyarakat dapat berkontribusi dalam penjagaan keutuhan Indonesia,”tutur Yordan.
Yordan menilai, ketiga mata kuliah tersebut penting dipelajari dan menjadi isu hangat saat ini. “Mata kuliah Security, Human Rights and Humanitarian Law misalnya, merupakan isu terkini mengingat kajiannya erat hubungannya dengan gejolak Timur Tengah antara Israel dan Palestina. Selain itu, isu kerusakan lingkungan dan migrasi juga menjadi bagian penting untuk dipelajari di pelatihan ini,” jelasnya sesaat sebelum keberangkatannya ke Swiss.
Summer Course tersebut diselenggarakan mengingat diskusi dan aksi internasional memainkan peranan penting dalam pembuatan kebijakan publik dan personal pada awal abad ke 21. Oleh karenanya, pelatihan itu akan memberikan kombinasi unik dari segi pengalaman akademis dan praktek bagi para peserta dalam beragam isu, baik integrasi ekonomi, hak asasi dan aksi kemanusiaan, kesehatan, dan lingkungan.
Pelatihan yang dimulai pada 7 Juni ini akan diikuti Yordan bersama peserta lain yang menjadi perwakilan dari berbagai Negara dari kawasan benua Asia, Eropa, Australia, Amerika, dan Afrika. “Dari Asia, hanya terpilih tiga peserta, yaitu dari Indonesia yang diwakili FH-UMY, Gujarat National Law University, dan Singapura dari National University of Singapore,” imbuh Yordan.
Di Jenewa yang merupakan pusat aktivitas 23 organisasi internasional dunia, 200 wakil tetap dan misi pemerintah, serta lebih dari 300 NGO, Yordan dan peserta lainnya akan berdiskusi dengan para pemimpin organisasi internasional terkait dengan mata kuliah yang mereka ikuti, termasuk mengikuti praktek dan simulasi pengambilan keputusan oleh berbagai organisasi dunia tersebut. Untuk mengikuti summer course, Yordan harus melewati beberapa tahap seperti seleksi administratif yang kemudian seleksi wawacara melalui telepon. Dari 1500 aplikan yang melamar, hanya 45 orang yang diterima dan tidak semuanya bisa mengikuti tiga mata kuliah tersebut. “Secara umum, peserta adalah praktisi mulai dari Jaksa, Hakim, Pengacara, Student Master dan Ph.D serta perwakilan dari Organisasi Internasional dan NGO,” tandasnya.