Berita

Kegiatan Pendidikan dan Budaya Dinilai Mampu Cegah Terorisme

img_1819

Terorisme merupakan suatu permasalahan yang sangat serius dan berbahaya bagi kehidupan bangsa Indonesia. Terorisme harus ditanggulangi dengan melakukan gerakan kontra-radikalisasi dengan kampanye anti terorisme melalui pendidikan dan penguatan budaya bangsa Indonesia yang Berbhinneka Tunggal Ika dan berlandaskan pada falsafah pancasila.

Hal tersebut yang disampaikan oleh Aniek Handayani, salah satu penulis buku “Batik Anti Terorisme,” dalam bedah buku “Batik Anti Terorisme” pada Selasa (25/10) di Ruang Sidang Perpustakaan UMY. Upaya deradikalisasi melalui pendidikan dan budaya yang dimaksud, salah satunya melalui karya batik yang merupakan warisan budaya adi luhung bangsa Indonesia.

Aniek menyampaikan bahwa batik memiliki motif yang beragam, dan pada tiap motifnya memiliki pesan dan nilai-nilai tersendiri. “Salah satu motif batik ialah batik Parang yang melambangkan kesinambungan. Bentuk dasar huruf S diambil dari ombak samudra yang menggambarkan semangat yang tidak pernah padam,” jelas staff ahli bidang kurikulum Gubernur Jawa Timur tersebut.

Dalam bedah buku tersebut, Aniek juga menunjukkan batik dengan motif empat punawakan kepada peserta bedah buku. “Punakawan itu kisah yang menggambarkan kebaikan. Mereka buruk rupa, tetapi memiliki hati yang baik. Cerita punawakan sendiri asli dari Indonesia. Dalam cerita pewayangan di India atau di negara lain, tidak ada kisah punakawan tersebut,” jelas Aniek.

Motif batik lainnya ialah motif batik ceplok yang memiliki nilai kesederhanaan. Batik ini disebut Aniek memiliki nilai yang bermakna kesediaan menerima nasehat. Aniek juga menunjukkan batik bermotif Buto atau raksasa, yang memiliki makna kejahatan yang akan berakibat pada kesengsaraan. Pada batik tersebut juga terdapat motif kupu-kupu yang bermakna bahwa manusia harus bisa bermetamorfosa, dari saat menjadi ulat dimana tidak disukai, menjadi kupu-kupu yang indah dan dapat terbang kemana-mana.

Dalam penjelasannya, Aniek juga mengungkapkan segi historis dari batik itu sendiri. “Batik sudah ada sejak masa Kerajaan Majapahit. Batik mulanya muncul dari Jawa. Lalu kemudian menyebar ke seluruh nusantara. Sehingga setiap daerah di Indonesia memiliki khas batik masing-masing. Seperti contohnya di Sumatera itu disebut songket,” ujar Aniek.

Suasana bedah buku “Batik Anti Terorisme” tersebut menjadi lebih hidup karena para peserta diberi kejutan dengan kehadiran pemeran dua teroris yang mencoba menculik Aniek selaku pemateri. Pementasan tersebut kemudian dilanjutkan dengan pembacaan sumpah pemuda, dan juga penampilan batik anti terorisme. (Deansa)