Posisi Indonesia yang berada di cincin api dunia menjadikan negara ini sangat sering mengalami berbagai fenomena alam, seperti letusan gunung berapi dan juga gempa. Tidak jarang fenomena alam tersebut juga menelan korban dan berubah menjadi bencana yang merugikan masyarakat dan negara. Padahal dengan perencanaan yang baik, korban bencana oleh fenomena alam tersebut sangat mungkin dihindari. Hal tersebut disampaikan oleh Ir. Bernadus Wisnu Widjaja, M.Sc. dalam acara Bincang-Bincang Bencana MDMC bertemakan “Belajar Mitigasi melalui Dongen ala Pakde Rovicky”. Acara yang digelar oleh Muhammadiyah Disaster Manajemen Center (MDMC) tersebut dilaksanakan pada hari Sabtu (16/3), di ruang Auditorium Gedung Siti Walidah Universitas Muhammdiyah Yogyakarta (UMY).
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tersebut menyampaikan bahwa seluruh fenomena alam memiliki potensi untuk menjadi bencana. “Alam memang berbahaya dan Natural Hazard itu semuanya memiliki resiko, artinya berpotensi menjadi sebuah bencana namun belum terjadi. Dari sini kemudian ada dua persepsi, negatif dan positif; negatif kalau kita ketakutan dengan potensi ini lalu tidak berbuat apa-apa; positif ketika berusaha me-manage risikonya,” ujarnya.
Bernadus menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan mengelola risiko adalah memperkecil potensi kemungkinan terjadi bencana. “Fenomena alam tadi menjadi bencana ketika ada manusia di sana. Apakah karena berada di tempat dan pada waktu yang salah, atau memang karena memaksa berada di tempat yang salah oleh kepentingan dan ini yang lebih sering terjadi. Karena itu kita perlu mengelola risikonya agar tidak terjadi korban manusia,” ungkapnya.
Ada 4 hal yang bisa dilakukan untuk melakukan mitigasi bencana yang bisa diterapkan oleh perorangan, organisasi bahkan negara. “Pertama pahami fenomena alam dan risiko bencannya, agar tidak takut berlebih dan paham apa yang perlu dilakukan. Misal anda berada di wilayah gempa maka cari tahu apa yang bisa anda persiapkan sebelum gempa serta lakukan ketika dan setelahnya,” jelasnya.
“Selanjutnya tata kelola dan perencanaan yang baik dalam menghadapi risikonya. Misal ketika rumah anda berada di wilayah rawan gempa, apakah anda mau berinvestasi dengan membuat rumah tahan gempa untuk menjamin keselamatan atau tidak. Lalu yang terakhir adalah latihan, agar ketika fenomena alam tersebut terjadi anda tidak kaget dan sigap melaksanakan apa yang sudah direncanakan. Kehati-hatian dan kewaspadaan menjadi kunci kita untuk meghadapi risiko bencana,” lanjutnya.
Ubah Persepsi
Bernadus menyampaikan bahwa Indonesia memang termasuk negara dengan potensi ancaman natural hazard yang tinggi, namun kemungkinan fenomena tersebut menjadi sebuah bencana terbilang cukup kecil. “Ada opini negatif yang menyatakan kalau Indonesia merupakan supermarket bencana, dan ini harus diubah. Karena selain kesannya seperti perlu dikasihani, kita punya kemampuan untuk mengatasinya. Misal kita ganti dengan laboratorium bencana, apapun bencananya kita punya solusi untuk mengatasinya. Mulai dari pencegahan hingga penanganan setelahnya,” paparnya.
Bernadus menyebutkan bahwa masyarakat harus bisa melihat solusi, mengubah musibah jadi berkah. “Kita bisa membuka peluang pariwisata untuk menyaksikan fenomena alam, tentunya dengan pengelolaan risiko yang baik. Misal pada perisitiwa Gunung Agung lalu, banyak wisatawan yang memanfaatkan momen itu untuk diabadikan. Mereka melakukan itu dari zona aman, dan ini bisa menghidupkan ekonomi para pengungsi dari zona awas,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, UMY juga mendeklarasikan diri sebagai Kampus Tangguh Bencana dengan bermitra bersama Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dan BNPB. UMY berkomitmen untuk mengurangi risiko bencana dengan program pendidikan dan fasilitas tanggap becana.