Dalam pembentukan karakter anak, keluarga memegang peranan yang utama dimana keluarga merupakan wadah anak untuk pertumbuhan dan perkembangannya, karena itu sudah selayaknya keluarga memberikan pendidikan karakter berdasarkan iman dan Islam. “Pendidikan karakter dalam Islam adalah pendidikan akhlak, karena itu pendidikan karakter oleh keluarga harus memperhatikan nilai-nilai mulia yang sudah ada di dalam islam,” ujar Dr. Hj. Andi Sri Sultinah. M.Pdi saat menjawab pertanyaan dari salah seorang promotor dalam sidang promosi doktor yang diadakan pada hari Sabtu (15/4) di ruang sidang gedung Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) lantai 4.
Dalam sidang disertasi Sri Sultinah dengan judul “Peranan keluarga dan guru dalam implementasi konsep kecerdasan majemuk pada pembentukan karakter anak (studi kasus pada RA Baiturrahman Sukaharjo)” menjelaskan bahwa keluarga memiliki peran fasilitatif dalam membentuk karakter anak, terutama oleh ibu karena pendidikan itu sudah dimulai sejak anak berada dalam kandungan. “Ketika anak masih dalam kandungan, kalau ibunya suka nyanyi dangdutan nanti biasanya anaknya akan hiperaktif dan sulit untuk dikendalikan. Sebaliknya ketika ibunya memperdengarkan murottal dengan tilawah yang bagus nantinya anaknya akan jadi pribadi yang sopan dan penurut,” jelas Sri.
Kemudian peran ayah biasanya masuk setelah anak sudah mulai tumbuh seperti dalam mengajarkan kebijaksanaan dan tanggung jawab. Selain itu, peran guru juga tidak kalah pentingnya bagi anak dalam proses pembentukan karakter. Guru tidak hanya berperan sebagai pendidik akdemis saja, tapi juga pendidik nilai, moral dan juga budaya untuk siswanya.
Dalam disertasinya, Sri menjelaskan bahwa kecerdasan majemuk dan pembentukan karakter sangat erat berkaitan, misalnya ketika anak memiliki karakter seorang yang jujur maka ini akan terlihat dalam kecerdasan interpersonalnya dalam memperhatikan dan berinteraksi dengan orang lain. “Untuk membentuk karakter dan juga membangun kecerdasan majemuk orang tua dan guru bisa melakukannya dengan memberikan pembiasaan dengan melatih anak. Contohnya dalam membentuk kecerdasan bahasa anak yang dilakukan oleh ibu ketika anak ditimang, lalu mengajari anak bertutur kata sopan lewat nyanyian dan puisi,” ujarnya.
Namun lebih dari itu, baik orang tua maupun guru, dalam mendidik anak keduanya dituntut untuk menjadi uswatun hasanah yang mengacu kepada Rasulullahu shalallahu ‘alaihi wa sallam. “Dengan bercermin pada sifat dan nilai yang dimiliki nabi Muhammad untuk kemudian diajarkan kepada anak, agar nilai dan sifat mulia tersebut bisa terinternalisasi menjadi bagian dari karakter anak,” tutupnya. (aditia)