Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2019 akan menargetkan seluruh penduduk Indonesia menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pelaksanaan JKN tersebut juga akan dilaksanakan secara bertahap semenjak tahun 2014. Sebagai langkah awal, pada permulaan tahun 2014 Kemenkes telah memberlakukan BPJS Kesehatan bagi masyarakat. Kemudian secara bertahap selama lima tahun akan dilakukan perluasan kepesertaan dengan sasaran pekerja penerima upah dan pekerja tidak menerima upah.
Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc,. PhD., saat menjadi keynote speech pada acara Seminar Nasional “Implementasi BPJS Ditinjau Dari Perspektif Yuridis dan Medis”. Acara seminar nasional yang diselenggarakan di Convention Hall Asri Medical Center, Sabtu (8/3), ini juga merupakan salah satu kegiatan dari rangkaian milad UMY yang ke-33.
Dalam pemaparannya, dr. Ali Ghufron mengatakan bahwa BPJS Kesehatan yang diberlakukan pada masyarakat tersebut mencakup mereka yang menjadi eks Jaminan Kesehatan Nasional (Jamkesmas), eks Jaminan Pelayanan Kesehatan-Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (JPK Jamsostek), Asuransi Kesehatan (Askes) Pegawai Negeri Swasta (PNS), TNI, dan Polri. “Kami juga mulai menerima pendaftaran peserta mandiri dan sebagian eks Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), dan diperkirakan jumlah peserta BPJS ini sudah mencapai 121,6 juta jiwa,” paparnya.
Selain itu, Ghufron juga menyampaikan, di dalam undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di bidang kesehatan dinyatakan bahwa seluruh penduduk wajib menjadi peserta jaminan kesehatan, termasuk Warga Negara Asing (WNA) yang tinggal di Indonesia lebih dari enam bulan. Kemudian, untuk menjadi peserta harus memabayar iuran jaminan kesehatan. “Bagi yang mempunyai upah atau gaji, besaran iurannya berdasarkan persentase upah atau gaji yang dibayar oleh pekerja dan pemberi kerja. Sedangkan bagi yang tidak mempunyai gaji atau upah, besaran iurannya ditentukan dengan nilai nominal tertentu. Dan bagi masyarakat miskin serta tidak mampu membayar iuran, maka iurannya dibayarkan oleh pemerintah,” ujarnya.
Ghufron juga menambahkan, untuk pelayanan rawat inap kelas 3, besaran iuran PBI (masyarakat miskin) sebesar Rp 19.225/ bulan/jiwa dan dibayarkan oleh pemerintah. Kemudian besaran iuran non-PBI pada pekerja penerima upah seperti PNS, TNI, Polri, dan Pensiun sebesar 5 persen dari gaji atau upah perkeluarga (5% berasal dari potongan 2% pekerja dan 3% dari pemberi kerja) dengan jumlah anggota keluarga 5 orang dengan kelas rawat inap rumah sakit di kelas 1 dan 3.
“Lalu bagi pekerja non upah (formal swasta) sebesar 4,5% dengan besaran kontribusi pekerja 0,5%, dan pemberi kerja 4% pada periode 1 Januari 2014 sampai dengan Juni 2015. Dan kontribusi pekerja 1% dan pemberi kerja 4% pada periode 1 Juli 2015 dan seterusnya, dengan manfaat rawat inap di kelas 1 dan 2. Sedangkan bagi pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja, ada 3 pilihan. Pertama, dengan membayar iuran sebesar Rp 25.500/bulan/jiwa untuk rawat inap kelas 3 atau membayar Rp 42.500/bulan/jiwa untuk rawat inap kelas 2 dan pilihan ketiga membayar Rp 59.500 /bulan/jiwa untuk rawat inap kelas 1. Pengaturan tentang iuran dan manfaat rawat inap ini sudah ada pada pasal 23 Perpres perubahan Perpres no. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan,” imbuhnya. (Sakinah)