Rencana pemerintah untuk menaikkan harga pupuk, yang diprediksi mencapai 50%, bagi sebagian besar masyarakat dianggap tidak berpihak dan tidak menguntungkan petani karena akan meningkatkan biaya usaha tani. Walaupun rencananya kenaikan harga pupuk tersebut akan diikuti oleh kenaikan harga pembelian gabah, namun tetap saja tidak menguntungkan petani.
Namun menurut Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ir. Agus Nugroho Setiawan, MP, keadaan ini memiliki sisi positif karena dengan kenaikan harga pupuk buatan akan memaksa petani untuk mengurangi bahkan tidak menggunakan pupuk buatan dan beralih ke pupuk alam atau pupuk organik sehingga lebih ramah lingkungan.
Agus mengungkapkan, meski penggunaan pupuk buatan dapat meningkatkan penampilan dan hasil tanaman, namun pupuk buatan tersebut telah memberikan dampak samping yang tidak menguntungkan bagi petani, lingkungan dan kesehatan.
”Penggunaan pupuk buatan secara berlebihan dan terus menerus dapat menimbulkan residu berbahaya. Hasil survei di beberapa daerah yang sistem pertaniannya intensif, didapatkan hasil bahwa air tanahnya telah mengandung nitrat residu dari pupuk nitrogen yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia sehingga tidak layak untuk dikonsumsi,” jelasnya di Kampus Terpadu, Selasa (30/3).
Lebih lanjut, Agus juga memaparkan apabila penggunaan pupuk buatan dapat menyebabkan rusaknya ekosistem tanah dan air, mengganggu kehidupan dan keseimbangan biologi, serta degradasi dan kerusakan sifat tanah, sehingga tidak menguntungkan bagi kehidupan organisme.
”Selain itu, efektifitas penggunaan pupuk buatan terutama pupuk nitrogen sangat rendah yang hanya mencapai 50% di lahan kering dan 30% di lahan sawah. Sebagian besar pupuk yang diberikan hilang ke lingkungan, yang justru dapat menimbulkan kerusakan seperti timbulnya gas nitrogen oksida dan metan di atmosfer, eutrofikasi di perairan, dan sebagainya,” tambah Agus.
Oleh karenanya, Agus menilai kenaikan harga pupuk buatan harus menjadi pelajaran berharga untuk menerapkan sistem pertanian yang adaptif terhadap berbagai tekanan. ”Kenaikan harga pupuk dapat menjadi titik tolak pengembangan sistem pertanian yang lebih ramah lingkungan sehingga dihasilkan produk pertanian yang aman, terbentuk lingkungan yang sehat serta terjaga keberlanjutannya,” tegasnya.
Diakui olehnya, dalam beberapa tahun terakhir ini, sosialisasi tentang pertanian berkelanjutan sudah banyak dilakukan, namun kenyataanya peningkatan luas dan produktivitas pertanian organik tidak cukup signifikan. Hal ini antara lain disebabkan oleh ketersediaan pupuk buatan yang cukup dan harga yang relatif terjangkau karena ada subsidi dari pemerintah sehingga petani enggan untuk beralih ke pupuk alam.
Dengan harga pupuk yang lebih tinggi akan memaksa petani untuk berpikir ulang jika akan menggunakannya karena jelas akan menambah biaya usaha taninya, sehingga membuka peluang bagi petani untuk beralih mengunakan pupuk alam. Penggunaan pupuk alam bukan saja akan mengurangi biaya usaha tani karena bahannya relatif lebih murah, tetapi juga dapat meningkatkan kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah, tidak banyak menimbulkan residu, dan menjaga keberlanjutan ekosistem.
“Lahan pertanian adalah investasi jangka panjang, bukan hanya untuk dimanfaatkan pada masa sekarang namun juga untuk anak cucu kita. Jika kita salah dalam mengelolanya, tidak memperhatikan kaidah kealaman dan hanya memburu keuntungan sesaat, bukan tidak mungkin kita hanya akan mewarisi lahan secara fisik tetapi sudah tidak fungsional lagi karena sudah rusak dan tidak produktif sehingga anak cucu kita tidak dapat lagi memanfaatkannya untuk menghasilkan bahan pangan”, pungkas Agus.