Masih sedikitnya penerapan pendidikan karakter di dunia pendidikan, terkadang menjadikan anak didik kurang percaya diri. Terutama pada bangsa dan status kewarganeraannya. Padahal, pahlawan-pahlawan nasional di Indonesia sebelum masa kini, mereka adalah orang-orang yang cerdas. Untuk itulah, kepala sekolah di semua instansi pendidikan selayaknya menginstruksikan kepada guru dan semua tenaga yang terkait untuk menerapkan pendidikan karakter bangsa, yang tercermin pada kecerdasan para pendahulu kita yang luar biasa tersebut.
Demikian paparan Prof. Dr. Jamaluddin Ancok Ph.D ketika menjadi salah satu pembicara dalam acara Seminar Nasional bertema “Succes Story Memimpin Sekolah Menuju Pendidikan Indonesia Bermutu”. Acara yang diselenggarakan di Ruang Sidang Ar. Fachrudin A, Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Sabtu siang (02/05) ini selain sebagai peringatan Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) juga sebagai rangkaian acara dari Milad ke-34 UMY.
Prof. Dr. Jamaluddin Ancok juga memaparkan bahwa kita sebagai bangsa yang besar, dalam cara mendidik anak kurang menanamkan rasa percaya diri, khususnya dalam hal karakter bangsa. Itulah kemudian yang menjadikan anak didik atau siswa-siswa di sekolah kurang percaya diri pada bangsanya sendiri.
Ancok juga menjelaskan, salah satu kesalahan fatal cara mendidik anak adalah dalam pelajaran sejarah. Ia mencontohkan ketika seseorang meceritakan tentang Pengeran Diponegoro, yang dilihat hanya dari sisi penangkapan, pemenjaraan dan kematiannya saja, tanpa diceritakan kenapa Dipenegoro berperang mempertahankan kebenaran, juga tanpa dijelaskan begitu kuat dan cerdasnya ketika melawan kolonialisme Belanda.
“Peserta didik di sekolah-sekolah itu dibuat lupa akan sejarah kita yang besar, oleh sistem pendidikan yang ada saat ini. Nenek moyang kita yang sebenarnya adalah orang-orang cerdas di zaman dahulu, sangat sedikit sekali disinggung dan diajarkan pada anak didik. Anda tahu? yang pertama kali membuat konsep pesawat terbang itu adalah nenek moyang kita yang tinggal di dataran tinggi dieng pada tahun 600 m. Kalau Anda pergi ke sana, Anda akan menemukan salah satu candi Gatot Kaca yang dijuluki Otot Kawat Tulang Besi, itu kan yang dimaksud adalah pesawat terbang,” ungkapnya.
Ancok menambahkan bahwa konsep kebarat-baratan yang diadopsi di sistem pendidikan indonesia saat inilah, yang menyebabkan limbungnya dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini pula yang kemudian membuat peserta didik tidak percaya diri dengan apa yang terjadi pada nenek moyangnya yang sebenarnya adalah orang orang kuat dan cerdas.
“Kita ini dikerjai habis-habisan dengan konsep barat (Western) yang tidak membuat anak didik kita bangga dengan nenek moyang dan tidak membuat bangga dengan bangsa kita sendiri,” tegasnya.
Hal inilah yang kemudian menurut Ancok, harus menjadi perhatian serius dari kepala sekolah untuk menginstruksikan kepada guru dan semua tenaga yang terkait untuk menerapkan pendidikan karakter bangsa kita sendiri yang begitu besar ini.
Acara yang dihadiri kepala sekolah dari berbagai daerah di sekitar daerah Bantul dan Sleman ini juga selain menghadirkan Prof. Dr. Jamaluddin Ancok Ph.D, juga hadir sebagai pembicara Abdullah Mukti S.Pd.I (Kepala sekolah SMP Muhammadiyah Depok) dan Suharno M.Pd (Kepala sekolah SMPN 8 Yogyakarta)