Pangan seringkali kita anggap sebagai hal sepele, namun ternyata pangan justru membuat kalang kabut seluruh dunia. Hal ini dapat dilihat karena tiga hal yang menjadi penyebab dari terjadinya krisis pangan di dunia. Pertama dari kondisi pasca pandemi Covid-19, adanya masalah geopolitik antara Rusia-Ukraina, dan perubahan iklim yang turut mempengaruhi keberlangsungan ketahanan pangan di seluruh dunia. Selain itu, ketahanan pangan di Indonesia juga masih menjadi ironi di tengah maraknya impor gandum dan kacang-kacangan yang sangat besar.
Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Amalia selaku Ketua Slow Food Yogyakarta dalam acara Talkshow memperingati Hari Pangan Sedunia dan Student Fair yang digelar oleh Lembaga Pengembangan Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (LPKA UMY). Acara talkshow ini turut mengangkat tema “Explore, Experience, Expand” pada hari Rabu (19/10) di Gedung Sportorium UMY yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa dari berbagai fakultas di UMY.
Ketua Slow Food Yogyakarta ini juga menambahkan bahwa ketahanan pangan di Indonesia sendiri masih sangat ironi. “Indonesia menjadi negara dengan panen raya berlimpah akibat keberagaman tanaman dan makanan yang ada. Namun hal ini sungguh ironi dengan impor besar-besaran yang kita lakukan pada gandum dan kacang-kacangan. Untuk itu kita harus meminimalisir hal tersebut agar hasil pertanian dalam negeri kita bisa terus bersaing dengan produk-produk impor,” paparnya.
Menyoroti persoalan ketahanan pangan tersebut, Amalia mengajak para generasi muda untuk sadar akan pentingnya memilah makanan sekaligus berpartisipasi dalam mempertahankan pangan. “Makanan menjadi sumber energi utama dalam tubuh dan juga menjadi salah satu obat mujarab. Untuk itu kita sebagai generasi muda harapan bangsa harus pintar-pintar dalam memilah makanan yang akan kita makan, termasuk darimana makanan itu berasal sampai proses pengolahan makanannya. Selain itu, sebagai generasi muda kalian bisa berpartisipasi dalam event-event kegiatan pangan sebagai bentuk dukungan kalian dalam mencintai produk dalam negeri,” ujarnya
Lasiyo Syaifuddin selaku Petani Pisang juga turut menyampaikan pada generasi muda pentingnya menerapkan ketahanan pangan dengan mencoba bertani dari sekarang. “Salah satu hal yang bisa kita lakukan untuk mempertahankan pangan adalah dengan bertani. Para generasi muda dari sekarang bisa mencoba untuk memulai bertani kapan saja, bertani tidak selalu susah, buktinya saya bisa mengembangkan ladang pisang, karena dengan modal pisang saya bisa mengolah limbah menjadi rupiah,” tuturnya.
Prof. Dr. Ir. Gunawan Budiyanto M.P., IPM, Rektor UMY juga menyampaikan dalam sambutannya terkait pentingnya partisipasi generasi muda dalam menjaga ketahanan pangan. “Saya berharap di Hari Pangan Sedunia ini mahasiswa UMY terkhusus yang bergelut di fakultas pertanian dapat menerapkan ilmu yang diperoleh dengan turut berpartisipasi menjaga ketahanan pangan,” pungkasnya. (YA)