Berita

KKN dan Buruknya Infrastruktur Masih Menjadi Permasalahan Pengelolaan Migas di Indonesia

IMG_9085 (1) 3Sektor migas (minyak dan gas) merupakan salah satu hajat hidup masyarakat Indonesia yang berjumlah terbatas dan tidak terbarukan. Selain itu, pendapatan dari sektor migas merupakan faktor yang cukup penting untuk menopang pembangunan bangsa. Oleh karena itu Undang-Undang (UU) migas diharapkan mampu menjadi acuan dalam pemanfaatan migas secara nasional. UU yang mengatur terkait dengan regulasi migas di Indonesia harus bersumber pada konstitusi yang merupakan arah dan tujuan didirikannya negara.

Hal yang cukup disayangkan terdapat berbagai problematika yang turut mempengaruhi perkembangan sektor migas di Indonesia, diantaranya yaitu faktor KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang cukup tinggi, keterbatasan infrastruktur pendukung proses produksi dan distribusi migas yang saat ini masih terbatas menjadi penghambat pengelolaan migas di Indonesia. Hal tersebut diungkapkan Junaidi Albab Setiawan, S.H., L.LM, pengacara sekaligus Pengamat Hukum Migas, dalam acara diskusi serangkaian Milad Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dengan mengangkat tema Problematika Pengelolaan Migas dari Waktu ke Waktu pada Rabu siang (10/2) bertempat di ruang sidang FH Lantai 3 kampus terpadu UMY.

Ditambahkan oleh Setiawan, migas berperan strategis dalam menopang ekonomi dan menggerakkan pembangunan Indonesia, karena posisinya sebagai sumber pendapatan terbesar di luar pajak. “Migas memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan dikenal sebagai alat politik, sehingga membuat migas sangat berharga sebagaimana abigium “siapa menguasai migas, maka dialah penguasa yang sesungguhnya”,” ungkapnya.

Hingga saat ini pengelolaan migas pun dirasa masih gagal menghasilkan orang-orang besar yang mampu menerapkan sistem pengelolaan yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada penghasilan migas yang maksimal bagi negara demi kemaslahatan seluruh masyarakat Indonesia. “Sistem yang digunakan oleh pengelola migas saat ini ditengarai masih menimbulkan potensi korupsi, karena migas mudah diintervensi dari luar dan gampang disalahgunakan untuk kepentingan segelintir pelaku dan pebisnis minyak,” tambah Setiawan.

Kembali ditambahkan oleh Setiawan, jika pembenahan dan pemberantasan secara terpadu dan masif tidak dilakukan, maka sampai kapan pun permasalahan korupsi dalam pemanfaatan migas akan terus terjadi. “Beberapa titik rawan yang perlu diwaspadai dalam pengelolaan migas adalah soal petunjukan Wilayah Kerja dan Kontak Kerja Sama, pengawasan proses produksi, perpanjangan kontrak kerja sama, manipulasi data cost recovery, pipeline, transportasi, lelang pengadaan hingga penjualan di luar production sharing contract turut diwaspadai,” tambahnya.

Menanggapi permasalahan tersebut, menurut Setiawan SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi) memiliki peranan penting dalam bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan hulu minyak dan gas bumi berdasarkan kontrak kerja sama. “Pembentukan SKK migas dimaksudkan agar pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk kemakmuran masyarakat, dalam tugasnya SKK migas menyelenggarakan fungsi kepanjangtanganan negara sebagai penguasa, pengatur, pelaku dan pengawas di bawah koordinasi Kementrian ESDM,” tutup Setiawan. (adam)