Perkuliahan secara daring kemungkinan besar akan terus dilakukan karena pandemi COVID-19 belum juga mereda di Indonesia. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (15/6), bahwa perkuliahan online akan tetap dilaksanakan di semester baru nanti.
Dengan kondisi ini, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terus melaksanakan pengembangan dalam menunjang perkuliahan online, salah satunya yaitu dengan memberikan pelatihan secara daring kepada para dosennya melalui webinar yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan Pendidikan UMY dengan tema ‘Rekonseptualisasi Pembelajaran Daring di Tengah Pandemi COVID-19’ pada Rabu (17/6). Pelatihan ini dilaksanakan untuk menyegarkan kembali pemahaman konsep pembelajaran daring dan untuk meningkatkan kreativitas dosen dalam memberikan materi perkuliahan serta bagaimana tetap menjaga interaksi sosial dengan mahasiswa, yang merupakan bagian krusial dalam proses pendidikan.
Seperti yang kita ketahui, sejak perkuliahan berubah sistem menjadi kuliah daring selama tiga bulan terakhir, banyak mahasiswa yang mengeluhkan sistem perkuliahan online, yang juga dialami hampir semua mahasiswa di Indonesia, seperti misalnya dosen hanya memberikan banyak tugas dan minimnya feedback yang jelas setelah selesai belajar dari dosen. Namun sebenarnya jika dilihat dari sisi berbeda, dosen pun mengalami hal yang sama yaitu kesulitan atau tak terbiasa dengan pembelajaran full daring secara tiba-tiba, meskipun sejatinya di UMY sendiri sudah menggalakkan pembelajaran online jauh-jauh hari sebelumnya.
Masalah yang muncul adalah dosen seperti hanya terfokus pada alat atau aplikasi apa yang akan mereka gunakan untuk memfasilitasi mahasiswanya dalam belajar online. Hal itu dinilai keliru oleh Dr. Gumawang Jati M.A. dosen Institut Teknologi Bandung yang menjadi pembicara dalam acara webinar LPP UMY melalui jaringan Microsoft Teams dan kanal YouTube UMY.
“Dalam merancang bahan ajar online, dosen tidak boleh hanya terpaku pada alat (tools) aplikasi yang akan digunakan, melainkan objek yaitu mahasiswanya. Dosen itu harus tahu karakter mahasiswanya, aplikasi apa saja bisa digunakan asalkan bahan ajar yang sudah dirancang itu bisa kemudian mudah dipahami oleh mahasiswa,” ujarnya.
Tentu saja bahan ajar tersebut tidak boleh hanya berupa tugas yang diposting kemudian meminta mahasiswa mengumpulkan jawabannya tanpa adanya interaksi. “Yang membuat efektif bukan alatnya, tapi dosennya. Saya sudah menerapkan beberapa metode yang bisa bapak/ibu terapkan, seperti saya membagi 80 mahasiswa menjadi empat kelompok. Kemudian untuk mengaktifkan interaksi, saya bereksperimen membuat semacam talkshow jadi dari setiap kelompok saya buat dua tim, satu tim menerangkan sesuatu dengan saya sebagai moderator kemudian tim lainnya menanggapinya melalui kolom komentar. Ini sedikit bisa membuat mahasiswa yang malu mengutarakan pendapat, dapat melakukannya melalui komentar,” sambung Gumawang membagi pengalamannya.
Jadi prinsip dalam mengajar itu sama antara offline maupun online yaitu harus ada persiapan, harus ada interaksi antara dosen dan mahasiswa, dan harus ada feedback yang baik. Tetapi berbicara mengenai daring, memang harus lebih dipikirkan lagi mengenai hal-hal teknis yang kemudian menjadi tantangan besar untuk para dosen. Untuk itu, UMY tidak hanya memberikan pelatihan secara teori sebagai dukungan kepada para dosen untuk mempersiapkan mereka menghadapi perkuliahan online di semester baru mendatang.
“Untuk sekarang tidak ada alternatif lain selain pembelajaran daring, selanjutnya pada hari Sabtu (20/6) kami akan melaksanakan webinar seperti ini lagi yang fokus pada bagaimana dosen menyusun bahan ajar, bagaimana membuat aktifitas di dalam bahan ajarnya, dan bagaimana cara membuat video learning,” tutup Eko Purwanti Ph.D. Kepala Divisi Pengembangan LPP UMY. (Hbb)