Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjelang akhir tahun 2015 ini, tak hanya pemerintah dan masyarakat yang diharuskan untuk menyiapkan dirinya menghadapi persaingan global ini. Namun dunia pendidikan pun tak kalah pentingnya harus menyiapkan pula bagaimana sistem pendidikan saat ini, dapat menopang anak didiknya untuk bisa siap menghadapi MEA. Demikian halnya dengan institusi pedidikan di bawah naungan organisasi Muhammadiyah.
Belajar dari keberhasilan dan kekurangberhasilan dalam mengelola pendidikan dan mengelola institusi pendidikan, Muhammadiyah dalam menatap era MEA ini, sebenarnya memiliki bekal yang memadai. Namun untuk membuktikan hal tersebut, Muhammadiyah juga perlu memikirkan suatu strategi untuk tetap memajukan dunia pendidikan di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah, khususnya saat MEA telah tiba nantinya.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr. Haedar Nashir, saat menjadi keynote speech dalam acara Focus Grup Discussion bertajuk “Revitalisasi Sistem Pendidikan Muhammadiyah Menghadapi MEA”, pada Sabtu (28/6) mengatakan bahwa Muhammadiyah memang memiliki sistem pendidikan yang berbeda dari sistem pendidikan pada umumnya yang ada di masyarakat. Hal ini pulalah yang menurutnya menjadi satu sisi kelebihan dari institusi pendidikan Muhammadiyah. Bahkan menjelang MEA pun institusi pendidikan Muhammadiyah juga perlu kembali menengok konsep pendidikan yang telah dicetuskan oleh KH. Ahmad Dahlan selaku pendiri Muhammadiyah. Karena konsep pendidikan itulah yang bisa menjadi bekal institusi pendidikan Muhammadiyah untuk menghadapi MEA.
“Dalam kutipan KH. Ahmad Dahlan, terdapat empat konsep utama sistem pendidikan Muhammadiyah. Keempat konsep tersebut mencakup kesatuan hidup, kritis, penggunaan akal yang sehat dan hati yang suci,” ungkap Haedar yang juga sekaligus membuka forum diskusi yang diselenggarakan oleh Majelis Pendidikan Tinggi PP Muhammadiyah, di ruang sidang AR. Fachruddin A lantai 5 Kampus Terpadu UMY.
Keempat konsep pemikiran KH Ahmad Dahlan tersebut menurut Haedar, yang telah membentuk konsep pemikiran Muhammadiyah di bidang pendidikan, hingga akhirnta terus berkembang hingga saat ini dan bisa tampil eksis hampir di seluruh Indonesia. Meskipun pada awal kemunculan pendidikan Islam itu sendiri berawal dari pesantren-pesantren, namun kenyataannya banyak pula masyarakat yang lebih memilih untuk mengenyam pendidikan yang lebih moders. Dan institusi pendidikan Muhammadiyah sejak awal pun juga telah menyatakan dirinya sebagai institusi pendidikan yang modern. “Sebagai contoh, saat ini saja banyak orang tua yang lebih menginginkan anak-anaknya untuk belajar di sekolah yang berbasis modern. Ini karena mereka takut apabila di sekolahkan dengan sistem tradisional tidak dapat melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi,” jelasnya.
Namun demikian, lanjut Haedar lagi, agar institusi pendidikan Muhammadiyah itu tetap bisa memberikan yang terbaik dan sesuai dengan perkembangan zaman, tetap harus mencakup tujuh aspek penting. Ketujuh aspek tersebut yakni aspek pembelajar, pembelajaran, pendidik, persyarikatan, manajerial, kurikulum, serta aspek kemasyarakatan. “Dan dari ketujuh aspek tersebut harus dipadukan dengan pengetahuan yang tinggi, serta menyatukan akal yang sehat dan pikiran yang bersih,” imbuhnya.
Sementara itu, Prof. Dr. H. Suyata yang juga menjadi salah satu pembicara dalam diskusi ini memaparkan, untuk menghadapi MEA dalam hal pendidikan, sekolah-sekolah yang semula cenderung membosankan dalam proses pembelajarannya, perlu kembali dibangun. Berbagai model belajar kooperatif dan kolaboratif juga perlu dipraktikkan pada sekolah-sekolah tersebut. “Dengan menggunakan model belajar yang kooperatif dan kolaboratif inilah yang akan menjadikan sekolah lebih hidup, karena sekolah dengan dukungan dan keikutsertaan masyarakat lokal dan orang tua, dapat mendorong berkembangnya budaya belajar para siswa,” tambahnya.
Selain itu, salah satu anggota Majelis Dikti, Prof. Dr. H.A. Munir Mulkhan menjelaskan, berdasarkan filsafat pendidikan Muhammadiyah melalui keputusan MuktamarMuhammadiyah ke 46 yang lalu mengenai Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah, Pendidikan Muhammadiyah merupakan penyiapan lingkungan yang memungkinkan seseorang untuk tumbuh sebagai manusia yang menyadari kehadiran Allah swt sebagi Robb dan menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS). “Dengan kesadaran spiritual makrifat (iman/tauhid) dan penguasaan IPTEKS, seseorang mampu memenuhi kebutuhanhidupnya secara mandiri, peduli sesama yang menderita akibat kebodohan dan kemiskinan, sebagai wujud kehidupan bersama yang ramah lingkungan dalam sebuah bangsa, dan tata pergaulan dunia yang adil, beradab, dan sejahtera sebagai ibadah kepada Allah,” paparnya.
Dalam FGD tersebut menghadirkan 43 tamu undangan yang merupakan perwakilan dari berbagai perguruan tinggi Muhammadiyah, SMP Muhammadiyah, SMA Muhammadiyah, serta berbagai praktisi pendidikan Muhammadiyah. Forum diskusi yang diselenggarakan oleh Majelis Pendidikan Tinggi Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini menghadirkan tokoh-tokoh Muhammadiyah sebagai pembicara. Diantaranya yaitu Dr. Haedar Nashir, Prof. Dr. H.A. Munir Mulkhan, Prof. Dr. H. Suyata, Prof. Dr. Shodiq A Kuntoro, dan dibimbing oleh Prof. Suyanto, Ph.D sebagai moderator. (hevi/adm)