Berita

Konsolidasi Nasional Muhammadiyah: Peneguhan Posisi Muhammadiyah Dalam Dinamika Kebangsaan

IMG_6475

Konsolidasi nasional organisasi Muhammadiyah yang dilangsukan di gedung kembar Ar. Fachruddin B lantai 5 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Minggu (22/5), menjadi konsolidasi nasional pertama yang diadakan setelah agenda Muktamar Muhammadiyah ke-47 bulan Agustus 2015 lalu. Konsolidasi nasional ini diikuti oleh seluruh pimpinan pusat persyarikatan Muhammadiyah, pimpinan Aisyiah, seluruh jajaran otonom, petinggi perguruan tinggi Muhammadiyah, dan mantan pengurus Muhammadiyah. Fokus dari konsolidasi ini adalah perumusan visi misi dan program kerja yang telah diputuskan dalam Muktamar ke-47 lalu untuk lima tahun ke depan.

Seiring berkembangnya organisasi Muhammadiyah, kepercaaan masyarakat terhadap Muhammadiyah juga mulai meningkat. Posisi dan peran Muhammadiyah juga turut diperhitungkan dalam dinamika kebangsaan. Sebab itulah dibutuhkan persamaan perepsi dalam visi misi Muhammadiyah untuk meneguhkan posisi dan peran Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat yang turut mendorong kemajuan bangsa.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015-2020 Dr. H. Haedar Nashir, M.Si, dalam sambutannya menyampaikan dalam bahwa agenda konsolidasi yang menjadi rangkaian Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan (KNIB) yang diadakan di Universtas Muhammadiyah Yogyakarta ini sudah dicanangkan sejak awal setelah Muktamar Muhammadiyah ke-47. “Ketika PP Muhammadiyah melakukan silaturahim dengan Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo, sudah terbesit untuk mengadakan konsolidasi nasional yang diproyeksikan untuk kepentingan yang lebih luas” jelas Dr. H. Haedar nashir, M.Si dalam sambutan konsolidasi nasional.

Haedar Nashir menambahkan bahwa KNIB ini diadakan dalam momentum yang tepat. Sebab kondisi bangsa Indonesia saat ini cukup terguncang dengan beberapa isu seperti isu komunisme, meluasnya isu Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) termasuk isu terorisme dimana Muhammadiyah pernah melakukan advokasi terhadap Siyono. Haedar menganggap isu-isu tersebut bukanlah isu yang sederhana sehingga penting bagi Muhammadiyah untuk memperkuat peran dan posisinya dalam dinamika bangsa sebagai gerakan amar ma’ruf nahi munkar.

“Jika kita tidak pandai dan bijak serta tidak berpijak pada Muhammadiyah maka hanya ada dua pilihan yaitu menarik diri karena rezim tidak sesuai dengan kita atau mengambil alih dan bersikap pragmatis seperti yang dilakukan partai politik”, jelas Haedar. Di akhir sambutannya, Ia menegaskan bahwa apa yang dilakukan Muhammadiyah ketika berbenturan dengan kepentingan politik selama ini sudah tepat sebagai organisasi masyarakat, yakni Muhammadiyah tidak terpecah belah oleh kepentingan politik.