Pemangkasan daun-daun tanaman yang rindang secara parsial atau sebagian dapat mengurangi berkembangnya populasi ulat bulu. Hal ini karena dengan dipangkas selain mengurangi ketersediaan pangan bagi ulat tersebut juga dapat memudahkan sinar matahari untuk masuk ke sela-sela daun. Sehingga dapat mencegah menetasnya telur-telur ulat bulu yang siap menetas.
Hal ini disampaikan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ir. Agus Nugroho Setiawan, MP menanggapi adanya kasus ulat bulu Kamis (14/4) siang di Kampus Terpadu UMY.
Menurutnya ketersediaan pangan yaitu banyaknya tanaman merupakan salah satu faktor yang menyebabkan mudah berkembangnya populasi ulat bulu. Selain itu dipengaruhi juga oleh suhu serta kelembapan. Sehingga dengan banyak sinar matahari yang masuk dapat mencegah pertumbuhan populasi ulat.
“Karena ulat itu mengalami metamorfosis atau perubahan bentuk. Dari telur kemudian menetas menjadi ulat kemudian kepompong lalu menjadi kupu-kupu. Agar telur menetas diperlukan suhu maupun kelembapan tertentu. Sehingga masih banyaknya curah hujan turun mempengaruhi berkembangnya populasi ulat bulu tersebut.,”jelasnya.
Ketika disinggung penyebab ulat bulu akhir-akhir ini mengalami explosive atau ledakan populasi. Hal ini dilihat dari perubahan iklim yang terjadi. Siklus hidup ulat dapat berjalan dengan baik ketika hidup di lingkungan yang sesuai atau mendukung.
“Siklus biasa yang terjadi adalah larva menetas akan diikuti pertumbuhan predator serangga atau ulat tersebut. Namun saat ini kecenderungan yang terjadi pertumbuhannya tidak diikuti oleh pertumbuhan predator atau pemangsa ulat. Bisa jenis serangga yang lain, burung atau lainnya.”urainya.
Agus menambahkan apabila pertumbuhan pemangsa atau predator ulat tersebut naik maka populasi ulat tersebut bisa turun, jika populasi ulat turun populasi predator juga akan ikut turun. “Namun yang terjadi saat ini bisa jadi iklim yang ada mendukung tumbuhnya populasi ulat bulu tetapi tidak mendukung populasi predator dari ulat bulu tersebut. Predator ulat tersebut bisa saja jenis serangga lain, burung dan lainnya.”tegasnya.
Kasus ulat bulu yang terjadi di daerah-daerah di Indonesia saat ini bukan karena penyebaran dari daerah satu ke daerah lain. Karena kecil kemungkinan bisa terjadi penyebaran dari daerah ke daerah itu. Menurutnya setiap daerah memiliki potensi sebagai tempat berkembnagnya populasi ulat bulu.
“Yang membedakan hanya kondisi cuaca maupun ketersediaan pangan yang ada. Sehingga ada tempat yang sudah terkena ulat bulu bahkan ada yang tidak menjadi sumber berkembang biak ulat tersebut,”ujarnya.
Terkait langkah antisipasi selain melakukan pemangkasan terhadap pohon-pohon yang rindang. Masyarakat bisa menggunakan pestisida. Namun dalam penggunaan pestisida perlu diperhatikan dampak yang bisa ditimbulkan. Baik kepada manusia maupun hewan dan tumbuhan lainnya. Alternatif lain bisa menggunakan petisida nabati. Yaitu pestisida yang menggunakan bahan-bahan yang bersal dari tumbuhan.
Dosen fakultas Pertanian UMY ini berharap masyarakat jangan terlalu khawatir adanya kasus ulat bulu tersebut. “Masyarakat jangan terlalu khawatir. Banyak antisipasi yang bisa dilakukan seperti melakukan eradikasi atau melakukan pemusnahan bagian tanaman yang terkena ulat. Misalnya daunnya yang sudah terkena ulat dipotong kemudian dibakar,”tegasnya.