Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) diharapkan tidak hanya berpegang pada regulasi pemerintah dalam membuat dan menerapkan kurikulum perkuliahannya. Hal itu dikarenakan, PTM perlu memiliki sesuatu yang berbeda dengan perguruan tinggi lainnya. Jika PTM hanya berpegang pada kurikulum yang sudah diatur pemerintah, PTM tidak akan memiliki tambahan nutrisi atau gizi yang bisa diberikan pada mahasiswa dan dosennya.
Demikian disampaikan Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Dr. Bambang Cipto, MA saat membuka secara resmi Workshop Evaluasi KBK Berbasis KKNI dan SNDIKTI. Acara yang diselenggarakan oleh program studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum UMY ini ditujukan pada seluruh PTM se-Indonesia, dan bertempat di Ruang Sidang Gedung AR. Fachruddin A lantai 5 Kampus Terpadu UMY, Rabu (27/5).
Dalam sambutannya, Prof. Bambang mengatakan, jika PTM itu hanya berpegang pada regulasi dan terus menerus melakukan evaluasi pada kurikulum yang sudah ada, hal itu justru akan membuat semua PTM tidak akan merasa cukup. Karena terus merasa bahwa kurikulum yang ada itu tidak sempurna. Untuk itulah, ia menyarankan agar PTM di Indonesia ini juga memiliki formula atau tambahan gizi yang berasal dari luar kurikulum yang sudah diatur pemerintah tersebut.
“Mengembangkan gizi atau nutrisi pada mahasiswa itu tidak harus melalui kurikulum, karena kita juga bisa melakukan program-program lainnya yang sangat bermanfaat dan penting bagi mahasiswa. Misalkan seperti KKN (kuliah kerja nyata, red) internasional atau pun student exchange program. Dua hal ini justru yang sangat penting untuk kita lakukan, karena kita bisa memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman berharga pada mahasiswa, yang mungkin belum pernah mereka dapatkan di desa atau daerah asalnya. Dan kami, di UMY sendiri juga sudah mengembangkan dua program ini,” jelas Prof. Bambang.
Selain itu, lanjut Prof. Bambang, agar bisa menjadi perguruan tinggi yang berbeda dengan kebanyakan perguruan tinggi lainnya, selain melalui dua cara itu, masih ada dua opsi program lainnya yang juga bisa digunakan oleh PTM. “Yakni dengan mengikutsertakan mahasiswa pada kompetisi-kompetisi tingkat internasional, serta mengirimkan dosen-dosennya ke luar negeri. Saya contohkan sekali lagi seperti UMY, mahasiswa kami juga sudah ada beberapa yang bisa masuk dan ikut berkompetisi di tingkat internasional. Selain itu, tahun depan kami InsyaAllah juga akan memulai Lecture Program (Pertukaran Dosen) ke luar negeri. Pada program ini, kami akan mengirimkan dosen-dosen UMY ke luar negeri untuk belajar, melakukan penelitian serta presentasi di hadapan orang-orang luar,” ujarnya.
Itulah mengapa, menurut Prof. Bambang, keempat hal tersebut perlu dijadikan opsi pilihan bagi PTM di seluruh Indonesia agar memiliki tambahan nutrisi. Sebab menurutnya, jika PTM yang tak lain juga adalah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) tersebut tidak berusaha melakukan penambahan nutrisi, maka ia tidak akan memiliki ciri khas dan perbedaan dengan perguruan tinggi lain, terutama dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Sementara itu, Yulianto Achmad, SH., M.Hum selaku pemateri dalam workshop tersebut mengatakan, selain dari empat program internasional tersebut, PTM juga bisa memiliki hal berbeda dengan perguruan tinggi lainnya dari segi kurikulum. Sekalipun kurikulumnya tetap bersandar pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan Standar Nasional Pendidikan Tinggi Indonesia (SNDIKTI). “Dengan catatan, kurikulum yang kita buat itu harus sesuai dengan visi misi dari perguruan tinggi kita sendiri. Jangan hanya asal jiplak apa yang sudah diatur dan dibuat oleh KKNI dan SNDIKTI. Jadi saat kita membuat kurikulum itu, harus tahu dulu visi misinya kita itu apa. Sebab, yang benar itu memang harus sesuai dengan visi dan misi perguruan tinggi. Karena itu, bisa jadi kurikulum yang dibuat oleh satu PTM akan memiliki perbedaan dan ciri khusus dari PTM lainnya. Karena masing-masing PTM pastinya memiliki visi misi yang berbeda juga,” paparnya.
Untuk itulah, imbuh Yulianto lagi, workshop tersebut diselenggarakan. Selain untuk saling berbagi pengetahuan mengenai langkah-langkah dan penerapan kurikulum berbasis KKNI dan SNDIKTI, kegiatan ini juga bisa menjadi salah satu sarana bagi perkumpulan seluruh tenaga pendidikan prodi Ilmu Hukum dari seluruh PTM di Indonesia. “Dan di sinilah kemudian kita berkumpul, untuk membentuk asosiasi yang bisa menghasilkan kurikulum, khususnya untuk prodi Ilmu Hukum, agar bisa diajukan pada Dikti. Jika kurikulum yang kita hasilkan ini disetujui oleh Dikti, maka Fakultas Hukum atau Prodi Ilmu Hukum di seluruh universitas itu akan memiliki kurikulum yang sama. Itulah yang kami harapkan pula dari terselenggaranya kegiatan ini,” ungkap Dosen FH UMY ini lagi. (sakinah)