Mampu bersaing ditingkat internasional merupakan cita- cita perguruan tinggi (PT). Salah satunya yang menjadi epic atau yang luar biasa bagi perguruan tinggi yaitu jumlah mahasiswa asing, selain itu juga jumlah tenaga pengajar asing diperguruan tinggi tersebut. Ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga perguruan tinggi lainnya di negara dunia.
Hal tersebut disampaikan oleh Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A saat sambutan Workshop Pemantapan Penerimaan Mahasiswa dan Tenaga Kerja Asing di ruang komisi Ar. Fachruddin A UMY, Sabtu (2/11). Hadir pula sebagai pemateri dari Dikti Dr. Purwanto, ACICIS Dimas Rezki Adiputra dan Biro Kerjasama UMY Indira prabasari, Ph.D.
Prof. Bambang menyampaikan, dengan adanya mahasiswa dan tenaga pengajar asing, bisa manambah semangat dan keberagaman di suatu universitas. “UMY untuk mencapai slogan muda mendunia, perlu menambah tenaga pengajar dan mahasiswa asing. Muda mendunia bukan hanya kata penghias, akan tetapi sebagai semangat untuk memberikan yang terbaik bagi pendidikan Indonesia. Sesuai komitmen Muhammadiyah yang bergerak dalam bidang pendidikan,” jelas Guru Besar UMY ini.
Sementara itu, Kasubdit Kerjasama dan Kelembagaan Dikti Dr. Purwanto dalam workshop tersebut menyampaikan, kebanyakan fokus perguruan tinggi dalam internasionalisasi pendidikan sebatas pertukaran pelajar dan kolaborasi penelitian. Akan tetapi internasionalisasi PT harusnya juga meliputi tri dharma perguruan tinggi. “Dalam hal kerjasama internasional, PT juga harus melihat hal lain yang meliputi pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Sehingga kerjasama atau internasionalisasi perguruan tinggi bisa lebih luas manfaatnya,” jelas Purwanto dihadapan pejabat struktural UMY.
Purwanto juga menjelaskan, perguruan tinggi harus menyaring setiap mahasiswa atau tenga pengajar asing yang masuk ke universitas. Terutama dalam hal narkoba, jangan sampai ada dari mereka yang menjadi pengedar atau pemakai narkoba turut masuk ke universitas. “Ini menjadi penting, karena institusi pendidikan dianggap aman bagi pengedar narkoba untuk masuk ke negara tersebut. Jangan sampai pendidikan Indonesia dijadikan tempat bersarangnya obat terlarang itu,” jelasnya.
Sedangkan pemateri dari ACICIS Dimas Rezki Adiputra menyampaikan, perlu adanya layanan atau kantor khusus urusan internasional di setiap perguruan tinggi. Karena yang menjadi masalah mahasiswa asing, kesulitan dalam urusan visa dan akademik.” Pernah ada mahasiswa asing yang mengeluh pada kami tentang perpanjangan visa dan akademik, karena mereka dilempar ke sana- ke sini oleh dekan, biro akademik dan pelayanan jurusan. Itulah perlunya satu kantor khusus urusan internasional di universitas, agar mereka tidak mengalami kesulitan seperti itu. Dan Alhamdulillah UMY sudah punya,” kata alumni HI UMY ini. (syah)