Berita

Mahasiswa jangan terjebak pola pikir parsial

Paradigma ini harus segera diubah jika tidak ingin mahasiswa terjebak dalam pola pikir parsial, karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan jaman.

 

Ada anggapan yang kurang tepat bahwa pembelajaran di perguruan tinggi harus dilakukan di dalam kelas dan menyangkut kompetensi keilmuannya sehingga berbagai kegiatan ekstra kurikuler sering terabaikan. Bahkan ada banyak mahasiswa yang tidak mau berperan dalam kegiatan kemahasiswaan hanya karena takut akan mengganggu kegiatan akademiknya. Paradigma ini harus segera diubah jika tidak ingin mahasiswa terjebak dalam pola pikir parsial, karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan jaman.

Dunia kerja dan pengguna membutuhkan calon pemimpin yang tidak hanya kompeten dalam bidang ilmunya, tetapi juga mempunyai potensi diri yang memadai. Jika kompetensi keilmuan mahasiswa dapat tercapai dengan pembelajaran baik di kelas maupun laboratorium, maka pengembangan potensi diri dapat dikembangkan melalui latihan-latihan baik kegiatan  akademik, kemahasiswaan, interaksi sosial maupun aktivitas mahasiswa lainnya.

Demikian disampaikan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FP-UMY), Ir. Agus Nugroho Setiawan, MP, dalam pembukaan Kongres Lembaga Mahasiswa, Rabu (2/6) di Kampus Terpadu UMY.

Lebih lanjut Agus Nugroho mengatakan kegiatan kemahasiswa merupakan ajang untuk mengasah potensi diri sehingga akan terbentuk mahasiswa dengan kemampuan bukan hanya dalam bidang keilmuannya saja tetapi juga mempunyai ketrampilan dan pengalaman dalam mengelola suatu sistem. “Dengan berperan aktif dalam  organisasi, mahasiswa akan belajar banyak hal yang berhubungan dengan potensi diri seperti leadership, team work, communication skill, strunggle for life, negosiation dan sebagainya,” jelasnya.

Dalam berorganisasi, setiap mahasiswa akan menjadi pemimpin sehingga ia pun harus mampu menunjukkan semangat dan jiwa kepemimpinannya untuk uswah yang khasanah (teladan bagi orang lain). Selain itu, dalam menjalankan organisasi mahasiswa akan melibatkan banyak orang, sehingga mahasiswa harus mampu mengelola orang lain, bahkan kadang harus menghadapi tekanan baik dari atasan, bawahan atau kolega yang lain.

“Berorganisasi juga akan mengajarkan kepada mahasiswa bagaimana mengakomodasi berbagai kepentingan, yang sering kali penuh dengan idealita tanpa menyadari kemampuan dan daya dukung lingkungannya,  sehingga sering kali dibutuhkan negosiasi untuk mengambil suatu keputusan yang sulit,” imbuh Agus.

Agus menilai, organisasi memberikan pembelajaran dan pengalaman dalam berkomunikasi dengan orang lain, mengelola  sumber daya, menggali potensi orang lain, dan sebagainya. Pada akhirnya berbagai aktivitas dalam berorganisasi akan mengasah potensi diri sehingga akan membentuk mahasiswa dengan kemampuan intelektual yang tinggi dan mempunyai soft skill yang baik.

“Kadang ironis, seorang sarjana dengan prestasi akademik yang tinggi tetapi tidak segera dapat bekerja hanya karena tidak mempunyai soft skill yang memadai. Ternyata tuntutan dunia kerja sekarang sudah mengalami pergeseran,” tegas Agus.

Pengguna tidak sekedar membutuhkan sarjana dengan prestasi akademik yang tinggi, tetapi lebih dari itu yang mampu mengembangkan potensi dirinya, bahkan pada banyak kasus pengguna lebih mengutamakan soft skill karena hard skill jauh lebih mudah ditingkatkan misalnya dengan pelatihan atau training, sedangkan soft skill merupakan sesuatu yang tidak instan tetapi harus dilatihkan secara berkelanjutan. Dan lembaga mahasiswa merupakan salah satu tempat untuk mengasah potensi diri dan membentuk karakter seseorang.