Sampah merupakan instrument yang sudah tidak terpakai lagi bagi sebagian orang, namun bagi sebagian orang lagi sampah merupakan sebuah peluang usaha. Pada era yang semuanya serba mudah ini masyarakat justru dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menciptakan sebuah peluang maupun lapangan. Sampah yang tadinya bersifat instrument yang sudah tak terpakai lagi, nyatanya bisa diubah menjadi hal yang bermanfaat bagi masyarakat Desa Wonokerto, Turi, Sleman. Dari 13 pedukuhan yang ada di Desa Wonokerto, 5 diantaranya sudah memiliki kelompok Gerakan Bank Sampah.
Melihat adanya peluang positif melalui bank sampah ini Arie Kusuma Paksi, PhD dan Dr. Nanik Prasetyoningsih bersama mahasiswa KKN UMY menyelenggarakan workshop pemilihan sampah kering bagi masyarakat Desa Wonokerto. Acara ini diselenggarakan di Gedung Serbaguna Pedukuhan Kembang (19/01) dengan menghadirkan Ananto Isworo selaku pemateri.
Sebagai penggagas Shodaqoh Sampah kampung Brajan, Tamantirto ia menjelaskan ada beberapa kekurangan jika menggunakan metode bank sampah diantaranya pembayaran yang lambat dari pengepul seperti yang sedang dialami Bank Sampah Wonokerto. Justru ada metode yang lebih baik daripada bank sampah, yaitu dengan metode shodaqoh sampah, melalui gerakan ini masyarakat akan mendapatkan nilai lebih karena didasari dengan niat beribadah dengan ikhlas. Tidak ada kesan untuk berlomba-lomba untuk mendapatkan uang yang banyak dari sampah, namun masyarakat berlomba-lomba bersedekah melalui sampah, juga bisa dipastikan minim sekali resiko keterlambatan pembayaran dari pengepul, justru pengepul akan memberikan harga tinggi karena mereka tahu tujuan shodaqoh sampah ini untuk membantu sesama melalui kegiatan-kegiatan sosial.
“Metode inilah yang membuat shodaqoh sampah berkembang pesat dari tahun ke tahun karena sampah tersebut benar-benar dikelola atas dasar ibadah dan hasilnya dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan sosial, berbeda dengan sistem pengelolaan bank sampah. Kalau bank sampah, setiap pengelolanya akan mendapatkan 10 persen dari jumlah penjualan sampahnya, jelas sekali jika bank sampah hanya mengejar keuntungan semata,” jelas Ananto Isworo.
Kemudian ia menyarankan pada mayarakat Desa Wonokerto, bahwasannya gerakan shodaqoh sampah ini bisa dijadikan metode pengelolaan lingkungan sekaligus memupuk rasa kedermawanan masyarakat. Selain itu, masyarakat juga tidak perlu risau andai saja ada kendala pembayaran dari pengepul sampah.
Adanya workshop ini sangat direspon positif oleh masyarakat Desa Wonokerto, karena mereka merasa terbantu dan memiliki pandangan baru terkait permasalahan bank sampah yang dialami sebelumnya seperti terkendalanya pembayaran dari pengepul, semangat untuk lebih cinta lingkungan, dan membantu sesama. (id)