Keterbatasan mental atau Tunagrahita yang dimiliki 30 anak didik di panti asuhan Bina Siwi ini tidak memudarkan rasa semangat mereka untuk terus berkarya dan produktif. Melihat semangat mereka tentunya hal ini menjadi berbeda jika kita melihatnya di film yang selalu menjadikan mereka menjadi sebuah objek dalam pembuatan film. Tentunya ini menjadi sangat mengelitik lima mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yakni Septi Amadea, Catur Igo Prasetyo, Afiqa Nolla, Laila Karimah, dan Rizki Ichwan, sebagai akademis yang memiliki peran dan bergerak dibidang itu.
Hal inilah yang kemudian membuat Igo dan kawan-kawannya membuat sebuah ide untuk mengajarkan mereka tentang bagaimana memproduksi sebuah film pendek dengan metode sinematografi. “Kegiatan yang akan kami lakukan pada dasarnya bertujuan untuk berbagi ilmu kepada teman-teman panti Bina Siwi, yaitu dengan mengadakan pelatihan pembuatan film ini. Selain itu kami juga berkeinginan menghapuskan pemikiran masyarakat bahwa orang-orang yang memiliki keterbatasan hanya dapat menjadi objek dalam film. Akan tetapi pada dasarnya mereka juga mampu menghasilkan karya film yang terbaik,” ungkap igo selaku ketua kelompok, saat ditemui pada Kamis (30/4) di Kampus Terpadu UMY.
Alasan Igo dan teman-temannya memilih panti asuhan Bina Siwi ini juga karena rasa semangat anak-anak di panti tersebut untuk terus produktif menghasilkan sebuah karya. Hal ini terbukti dengan banyaknya olahan tangan seperti olahan kain bekas, pembuatan kipas, miniatur pakaian, pakaian rajutan, dan bahkan pembuatan tas dari barang bekas pun berhasil dibuatnya. Ini membuktikan bahwa meskipun mereka memiliki keterbatasan mental tapi mereka memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang normal.
Igo menjelaskan bahwa nantinya banyak hal yang akan diajarkan kepada anak-anak panti asuhan. “Ada dua workshop besar yang akan kami berikan kepada mereka yaitu tentang workshop penggunaan teknik dasar kamera, workshop public speaking, workshop penulisan naskah, workshop pembuatan film, dan workshop pembuatan buku. Pelatihan-pelatihan yang akan kami berikan kepada mereka tentunya akan saling berkaitan satu sama lain, “ jelasnya.
Antusias anak-anak dalam belajar membuat film tersebut menurut Igo juga terlihat dari cara mereka mendegarkan materi yang dipaparkan dan pada praktek penggunaan kamera. Tampak dari sebagian mereka berebut untuk mencoba menggunakan kamera yang telah disediakan. Jumilah, selaku pengurus panti Bina Siwi, menurut pengakuan Igo juga mengungkapkan, bahwa kegiatan pelatihan pembuatan film ini baru pertama kali diadakan di panti tersebut. “Selama ini, menurut pengurus panti, pelatihan yang diberikan hanya kreatifitas kerajinan tangan dan kesenian daerah, untuk pembuatan film baru kali ini dilakukan, dan ternyata anak-anak sangat antusias dalam kegiatan ini,” ungkapnya.
Igo menambahkan, kegiatan ini nantinya akan berujung pada kegiatan screening pemutaran film yang telah dibuat oleh anak-anak panti dan launching buku tulisan pengalaman anak-anak dalam membuat film. Kegiatan tersebut nantinya juga akan mengajak dan mengundang Dinas Sosial Kota Yogyakarta untuk melihat hasil karya yang telah dibuat anak-anak panti. “Kami akan mengadakan screening film dan launching buku, untuk waktu dan tempatnya masih kami persiapkan,” imbuhnya.
Fajar Junaedi, selaku dosen pendamping menjelaskan, sudah seharusnya mahasiswa sadar akan pentingnya pengabdian kepada masyarakat, khususnya masyarakat marjinal, karena salah salu fungsi dari tri dharma perguruan tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat. “Saya sangat mendukung mahasiswa yang aktif dalam melakukan kegiatan pengabdian, salah satunya kegiatan PKM tersebut, karena mereka punya hak yang sama seperti masyarakat pada umumnya”, paparnya. (adm)