Berita

Mahasiswa Pertanian UMY Latih Warga Dono Asih Kembangkan Produk Olahan Salak

Mahasiswa-Pertanian
Latansa M.P, mahasiswa Fakultas Pertanian Memaparkan Hasil Pendampingan Timnya Untuk Masyarakat Desa Dono Asih

Empat mahasiswa Pertanian UMY, Latansa M.P, Teguh P, Nadia D.L, Jumiati, Friska A. memberikan pelatihan pengembangan produk turunan buah salak bagi masyarakat Dusun Dono Asih, Turi, Sleman. Melalui pelatihan tersebut masyarakat mampu mengembangkan produk olahan buah salak, seperti sagon dan kopi biji salak. Latansa mewakili rekannya mengatakan, melalui pelatihan yang didanai DIKTI melalui Program Hibah Bina Desa itu ia dan rekannya memberikan pelatihan teknologi pengembangan budidaya dan pengolahan salak. Usaha tersebut tak sia-sia, sebab melalui pelatihan itu tak kurang telah menghasilkan delapan jenis produk olahan buah salak.

Mahasiswi angkatan 2010 asal Bangka Belitung itu menuturkan, pihaknya memilih dusun Dono Asih karena dusun tersebut memiliki potensi sebagai lokasi pengembangan Salak Pondoh. Kendati demikian banyak masalah yang ditemui para warga seperti murahnya harga salak yang dijual kepada tengkulak. Padahal, lanjut Latansa, di pasaran harga salak jauh lebih tinggi dari harga jual ke tengkulak. Sebelumnya warga juga hendak memusnahkan tanaman salak miliknya karena dianggap kurang menguntungkan dan digantikan dengan tanaman lainnya. Namun setelah mereka memberikan berbagai macam pelatihan tersebut warga mendadak merawat kembali tanaman salaknya. “Awalnya salak mau dimusnahkan terus diganti tanaman lain, tapi setelah itu dirawat lagi,” kata Latansa di sela-sela Lokakarya Program Hibah Bina Desa di UMY, Kamis (22/5).

Olahan Salak
Hasil Olahan Salak Masyarakat Desa Dono Asih

Sunanto Kepala Dusun Dono Asih berterimakasih dan mengapresiasi aksi para mahasiswa yang melakukan pembinaan ke warganya. Ia menyampaikan, sebelum mendaoat pelatihan pengolahan salak, warganya hanya menjual salak ke pasar. Ia menyebutkan, semenjak warga mampu untuk mengolah salak menjadi berbagi produk turunan membuat perekonomian di dusunnya menjadi lebih baik. Sebab produk tersebut memiliki nilai tambah tambah, misalnya biji salak yang dulu hanya dianggap hanya sampah oleh warga, saat ini bisa diolah menjadi kopi. Ia menganggap hal tersebut sangat menguntungkan bagi warga. “Sebelumnya mentah dijual ke pasar. Ada peningkatan perekonomian, sebelumnya biji salak jadi sampah, sekarang bisa jadi kopi,” katanya menambahkan. Selain memberikan pelatihan, Latansa dan kawan-kawan juga menyumbangkan peralatan kepada warga. Untuk progres strategi ke depan, mahasiswa-mahasiswa tersebut berencana akan memberikan pelatihan lebih lanjut untuk mewujudkan daerah tersebut sebagai Kawasan Edu-Agrowisata Salak Pondoh. (Fahmy)