Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Indonesia memiliki potensi pasar yang besar bagi industri halal dunia. Namun Indonesia sampai saat ini belum memiliki Roadmap serta Regulasi yang tepat untuk menghadapi makanan yang diproduksi maupun yang beredar di Indonesia. Untuk menanggapi permasalahan di atas, tiga mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang terdiri dari Ilmi Mu’min Musyrifin (Ekonomi Syariah), Khintan Anggraini (Ekonomi Syariah), Ni’mah Amalia Suharsono (Ekonomi Syariah) melakukan penelitian Kelompok Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian Sosial Humaniora (PKM-PSH) yang berjudul “Pengaruh Penerapan Food Halal Supply Chain untuk memecahkan masalah penerapannya di Indonesia”. Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan Undang-Undang baru dan memberikan otoritasi kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk melakukan sertifikasi halal melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dan Komisi Fatwa.
Ketua Kelompok PKM-PSH, Ilmi Mu’min menjelaskan bahwa besarnya permintaan produk halal baik dari pasar domestik maupun luar negeri tidak diiringi dengan dukungan dari pemerintah Indonesia. Salah satu contohnya dalai hal roadmap dan regulasi produk halal.
“Seperti kebanyakan negara dengan penduduk muslim mayoritas, sertifikasi halal kurang optimal karena adanya anggapan bahwa setiap produk makanan yang diproduksi di negara tersebut adalah halal sehingga tidak diperlukan lagi Roadmap maupun regulasi untuk lebih memperhatikan lagi bentuk audit atau sidak oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) di setiap Sector Supply Chain suatu produk,” ujarnya saat dihubungi Biro Humas dan Protokol (BHP UMY) Sabtu, (22/6).
Tentunya dengan diadakan penelitian ini dapat memberikan rancangan baru mengenai proses pangan menuju produksi halal yang akan ditetapkan oleh pemerintah sebagai regulator dan pengawas dalam implentasi. Sehingga dapat menciptakan kepastian hukum terhadap rantai pasok makanan halal ini.
Wakil Ketua Umum MUI Prof. Dr. Yunahar Ilyas, Lc.,M.Ag. mengatakan bahwa MUI tidak sampai ke rantai pasok karena di dalam MUI ada badan (LPPOM). Jadi makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan itu diaudit oleh LPPOM, karena yang mengeluarkan fatwa adalah MUI maka Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) ini harus terakreditasi oleh MUI. “Lembaga-lembaga yang tidak diakreditasi, maka dari itu hasil auditnya tidak diterima. Sampai sekarang belum ada Lembaga-lembaga yang benar-benar fokus kesana masih LPPOM saja karena Lembaga Perlindungan Hukum (LPH) belum ada peraturan pemerintah,” katanya.
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan solusi bagi pemerintah dan MUI untuk memberikan regulasi perihal makan dan obat-obatan halal. Kemudian dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi umat muslim di Tanah Air. (ak)